Musi Online | Perjalanan Mental, Spiritual Adi Yanto Melawan Virus Corona
Home        Berita        Renungan Jumat,Seputar Musi

Perjalanan Mental, Spiritual Adi Yanto Melawan Virus Corona

Musi Online
https://musionline.co.id 27 June 2021 @15:03 395 x dibaca
Perjalanan Mental, Spiritual Adi Yanto Melawan Virus Corona
Adi Yanto (foto : ist)

Musionline.co.id – Adi Yanto seorang penyintas Corona Virues Desease atau orang yang pernah terpapar Covid-19 kemudian sembuh ingin membagikan kisah pengalamannya berjuang agar terbebas dari virus tersebut.

Pria yang bersahaja, kesehariannya sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ilir (OKI) ini, ingin berbagi pengalamannya berjuang untuk sembuh dari virus tersebut. Melalui Musionline.co.id, ia berbagi pengalaman itu yang tertuang dalam sebuah tulisan berjudul “Perjalanan Mental, Spritual Melawan Virus Corona”

Menurutnya, tulisan dipersembahkan kepada mereka yang sedang berjuang menghadapi Covid-19 untuk saling berbagi pengalaman serta ikhtibar bagi mereka yang masih abai akan imbauan pemerintah, bahkan masih tidak percaya bahwa Corona benar ada.

Kisah ini berawal dari sebuah perjalanan dinas ke Jakarta. Saat itu, ia mulai merasakan gejala tidak normal di tubuh. Meski telah menerapkan protokol kesehatan (Prokes) dan telah mendapat vaksin, tetap saja virus corona adalah mahluk astral yang tidak kasat mata. Corona tidak pernah memilih korbannya.

Apalagi, sebagai seorang pelayan publik memang dikategorikan pemerintah sebagai orang-orang yang rentan terpapar Covid-19 karena mesti beraktivitas bertemu dan melayani banyak orang.

Tenggorokan yang sakit, pegal dan linu serta demam mulai menyerang di hari kedua pulang dari perjalanan itu. Puncaknya di malam Jum’at, Adi tidak bisa memejamkanmata. Pukul 02.00 WIB dini hari, badan terasa panas, kulit terasa terbakarnamun dingin menggerogoti hingga ke tulang.

Ketika itu, Ibunda kebetulan menginap dirumah turut terjaga. Diambilnya minyak kayu putih, melumurkan minyak ke seluruhtubuh, namun rasa sakit tak kunjung hilang. Pukul 03.00 WIB, Adi memberanikan diri untuk mengambil air wudhu.

Dinginnya air wudhu membasahi tubuh. Kemudian membentangkan sajadah menunaikan dua rakaat shalat Tahajud, ditambah shalat Hajat ditunaikan seraya doa panjang tak henti dimunajatkan. Hingga azan subuh sakit tak kunjung hilang.

Pagi harinya, memutuskan untuk memeriksakan diri ke Dinas Kesehatan (Dinkes). Ya…mereka baru usai apel pagi, dan terlihat Kepala Dinkes Iwan Setiawan berdiri di depan pintu masuk utama. Adipun mengutarakan maksud untuk melakukan tes antigen. Tak lama petugas surveilans menyiapkan peralatan.

Adi diperiksa dengan satu kali colokan di rongga hidung. Menurutnya, sakit memang, air mata keluar seiring rongga hingga hidung yang nyeri.

“Wah ini reaktif. Ada dua garisnya” ujar Pak Mus petugas surveilans Dinkes OKI yang biasa melakukan tracing selama Pandemi Covid-19. Bisa jadi orang ini yang paling banyak mengambil sampel Covid-19 di Kabupaten OKI.

“Biasa saja, jangan takut, saya sudah beberapa kali kena. Jika bapak berkenan, kami akan lakukan tracking ke rumah dan langsung tes PCR untuk meyakinkan” ujar pak Mus lagi sembari memberikan suport.

Adi pun ketika itu langsung mengiyakan. Dirinya jelas ingin menghindari penularan Covid-19 kluster keluarga. Bisa dibayangkan, betapa susahnya Adi yang memiliki anak-anak masih kecil ditambah istri baru melahirkan dua pekan sebelumnya jika harus terpapar juga.

Setiba di rumah istri dan ibunda telah menyiapkan tempat karantina mandiri baginya. Petugas Dinkes pun mendatangi kediaman untuk melakukan tes antigen kepada seluruh anggota keluarga. Alhamdulillah, semuanya negative. Keadaan ini membuat Adi lebih tenang karena tidak menularkan virus tersebut ke anggota keluarga.

Hari itu hari Jumat, Adi masih terguling lemah, sekujur tubuh nyeri, persendian serasa lepas dari ikatannya, mulutpun berasa pahit. Lalu…Adi merasakan indera perasa mulai abai, hidung sudah tidak bisa mencium aroma apapun.

Saudaranya pun meminta untuk ke rumah sakit agar segera mendapatkan perawat dan menghindari penularan ke anggota keluarga lain.

Jarak Kayuagung-Palembang sekitar 30 Menit. Meski lewat tol tentu Adi harus mengendarai mobil sendiri lantaran tahu jika di tubuhnya telah bercokol virus yang menular.

Tiba di rumah sakit, ia langsung diarahkan ke Unit Gawat Darurat (UGD) untuk mendapat tindakan. Dengan berbekal kit hasil swab antigen dari Dinkes petugas rumah sakit melakukan tindakan medis.

Hampir tiga jam terbaring lemah di bad ruang UGD itu. Setelah dilakukan Rapid Tes dan CT Scan hingga Rontgen, ia dipastikan positif Covid dan harus menjalani rawat inap.

Tubuh mu, bukan milik mu lagi!

Bagi penyintas Covid-19, tubuhnya bukan milik dia lagi. Virus yang menjalar di dalam tubuh benar-benar mengambil alih fungsi-fungsi tubuh. Meski merasa sehat dan bugar virus itu bisa menimbulkan gejala-gejala tidak terduga. Sakit perut, mules, pusing kepala jadi keluhan sehari-hari.

Hari-hari pertama masa isolasi saya tidak sendirian di rumah sakit itu. Sudah ada puluhan pasien lain yang lebih lama dari saya. Usia mereka rata-rata di atas kepala empat dengan berbagai keluhan yang diderita.

Setiap hari puluhan pil harus saya telan untuk mengelemenasi virus dari dalam tubuh dan mengurangi setiap gejala sakit. Mulai dari tablet seukuran jari hingga sirup batuk berasa legit. Setiap hari dokter dan perawat telaten merawat pasien meski dengan APD lengkap.

Saya tidak bisa membayangkan alangkah ribetnya mereka dengan kostum seperti astonot itu. Dokter Dini yang begitu ramah menyapa melalui layar handphone yang diarahkan seorang perawat.

“Bagaimana keadaannya Pak? Hasil CT Bapak rendah sekali. Tapi imun Bapak lumayan baik. Kita lakukan lanjutkan perawatan, lima hari kedepan kita tes lagi” ujar dokter.

Betul saja setelah Rapid tes kedua CT Value saya masih rendah hanya naik dua digit dari sebelumnya. Pada kasus Covid-19 nilai Cycel Threshold atau CT Value umumnya dilaporkan sebagai bagian dari pemeriksaan RT-PCR. CT value dilaporkan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis, infeksius pasien dan memperkirakan prognosis penyakit.

Hasil tes PCR yang masih positif dengan CT yang rendah membuat saya semakin drop. Masa isolasi berhari-hari serasa sia-sia.

Fase Kejiwaan Penyintas Covid-19

Ketika kita terkena Covid-19 maka kita menghadapi beberapa fase kejiwaan. Fase pertama kita akan terdiskriminasi. Pada saat itu yang ada adalah rasa malu jangankan teman karib, keluarga bahkan dengan anak dan istri pun kita harus terpisah.

Pikiran saya berkecamuk dan mulai tumbuh rasa apatis, merasa tidak ada harapan, merasa semua berada dalam derita dan  kesedihan.

Saya pun menyesal, mengapa harus pergi ke sana? mengapa harus makan disana?, mengapa harus berkumpul dengan orang-orang disana?. Seharusnya saya tidak tertulas Covid itu!

Demikian pertanyaan-pertanyaan penyeselan datang dari pikiran. Ini adalah level duka. Dimana saya melihat segala sesuatu dari kaca mata duka.

Stop! Saya merasakan sedemikian terpuruk. Saya berpikir saatnya saya bangkit bertransformasi ke zona berbeda. Saya berusaha menyebarang ke zona energi positif. Zona dimana saya menerima keadaan bahwa sedang berhadapan dengan Covid. Saya harus mau bersahabat dengan Covid bahkan mengalahkannya.

Saya harus berada pada posisi High Energy. Saya berusaha menetralisir diri. Setelah mendapatkan netralitas, diatasnya ada satu tingkat lebih tinggi yaitu kerelaan. Bukan hanya ikhlas tetapi juga berusaha mengobati diri kita sendiri. Saya harus bersemangat.

Saya berusaha menuju energi kebaikan, energi spiritual, yaitu rasa ikhlas, ketenangan, ketentraman, merasakan kedamaian berzikir, tafakur, beristiqfar dan terang benderang meski tubuh masih dikuasai Covid.

Bagaimana mencapainya? Yakni fokus pada suasana hati ikhlas, tenang, hindari suasana low energy, keluarga harus mendukung jangan keluar kata-kata yang mengenyebakan kita terburuk kembali, jangan membaca sosial media, menonton TV dengan konten-konten negatif. Tarik napas pelan-pelan, fokus pada alam tenang, katakan pada diri, saya sehat, tegakan bahu, katakan saya kuat, kepalkan lagi tangan katakan terimakasih Ya Allah, Saya Sudah Sehat.

Hari ke-12 masa isolasi, kondisi saya semakin membaik. Sesekali saya membuka WhatApp kantor untuk mengecek keadaan. Yang ringan-ringan saja memantau keseharian tim yang setiap hari tetap setia menyelesaikan tugas-tugas mereka meski saya tidak berada di tempat. Jika ada pesan yang kurang baik dan mengganggu proses penyembuhan saya langsung close dan matikan saja. Saya masih ingin focus pada masa penyembuhan.

Hari-hari itu lebih menyenangkan, badan mulai terasa ringan, pikiran tenang, deman dan pusing sudah lama berlalu. Nafsu makan saya pun sudah kembali seperti sedia kala. Saya pun mulai meminta dibawakan masakan rumahan. Ikan asin, tempe goreng hingga sambal buah saya lahap habis.

Pagi itu saya telpon ibu mengabarkan keadaan. Dari balik telepon saya merasakan kebahagiannya mendengar keadaan yang makin membaik. Demikian dengan istri dan anak-anak yang turut mengungsi ke Palemabang hampir dua pekan ini. Sekali-sekali istri mengirim video lucu anak perempuan kami yang baru berusia 2 tahun dan kakaknya yang berusia 7 tahun. Kegirangan mereka menambah semangat saya untuk sembuh.

Bangkit, Pastikan Jiwa mu, Pikiran mu masih milik mu!

Para medis mengkategorikan tiga jenis orang yang menderita Covid, yaitu Orang Tanpa Gejala (OTG) atau tanpa keluhan berarti, menengah dengan gejala demam, sakit kepala, badan nyeri dan ketiga berat dengan gangguan pernapasan (pneumonia) sempurna sakitnya.

Saya termasuk yang menengah. Apa pun gejalanya, intinya jika kita mengalami fase ke dua dan ketiga, kita tidak lagi memiliki tubuh kita. Tubuh kita sepenuhnya diambil alih oleh mister Covid-19. Lalu apa yang kita miliki lagi? Bukan tubuh tapi jiwa kita. Hanya itu yang masih bisa kita kendalikan. Jika gagal mengendalikan jiwa dan pikiran maka kita akan selesai atau bahkan berakibat lebih buruk lagi.

Saya mulai berdzikir perlahan, tafakur menyesali diri, mengingat kekhilafan-khilafan mendekatkan diri kepada Sang pencipta. Waktu isolasi yang panjang adalah kesempatan untuk mempertajam sisi spiritual melalui kajian-kajian keagamaan online yang selama ini diabaikan. Mulai dari fiqh wudhu yang benar, shalat yang khusuk hingga hati yang ihklas menjalani kehidupan selaku manusia.

Doa Al Maksurat yang di kirim Asisten I Setda OKI, H. Antonius Leonardo saya baca pagi dan petang agar makin tenang. Terbesit dalam benak saya, mau Allah coba dengan ujian sehebat apa lagi yang bisa membuat pintu hati terbuka.

Fabiaya Ala Irobbikuma Tukaziban” demikian merdu penggalan surat Ar Rahman yang di bacakan Ustadz Hanan Attaki yang saya dengar agar bisa tidur lelap.

Berwudhu, munajat dan sholat adalah momen terindah untuk intropeksi diri. Mungkin selama ini ada hal-hal yang salah dalam hidup, rasa syukur yang kurang, sikap pongah dan ujub selaku manusia.

Tidak ada pekerjaan dan persoalan yang tidak bisa kita selesaikan. Namun ketika mahluk Allah yang kecil, kasat mata bernama Covid-19 itu menggerogoti tubuh, semua hilang, semua percuma dan sia-sia kita hanyalah mahluk lemah tanpa daya upaya tanpa pertolongan-NYA.

Kesembuhan Spiritual

Berjuang jadi penyintas Covid bukan soal fisik dan urusan medis saja, lebih jauh yaitu adalah perperangan jiwa, mental dan spiritual. Dengan ketenangan dan mendekatkan diri, penyintas Covid bisa menerima setiap kondisi dengan penuh keyakinan melalui komunikasi vertical melalui keyakinannya. Jika kita bisa mengambil hikmah selaku penyintas Covid-19, maka itulah kesembuhan spiritual yang sebenarnya.

Pasien yang mengalami perawatan dalam penanganan inveksi Covid-19 memerlukan semangat dan daya juang untuk sembuh. Tidak hanya dapat dilakukan melalui perawatan fisik saja. Pendekatan spirutualitas sesuai agama yang dianut sangat membantu proses penyembuhan.

Metode yang mengintegrasi dimensi psikologis dan spiritualitas untuk penyembuhan (self healing) memberikan efek ketenangan sehingga bisa menenangkan diri dari gejolak jiwa dan ketakukan.

Kesendirian saat masa isolasi adalah dua sisi mata pisau yang berbeda. Jika salah menggunakannya maka akan jadi pisau yang membunuh penyitas Covid itu sendiri. Namun jika berhasil, dia akan menjadi senjata ampuh untuk mengalahkan Covid19.

Lulus dan menjadi alumni Covid-19 bukanlah sebuah kebanggan, bukan juga kehinaan. Mengambil pelajaan dari setiap peristiwa paling utama. Bisa jadi Tuhan ingin menyentil kita agar kembali kepada-NYA melalui mahluk tidak kasat mata bernama Covid-19.

 

-Adi Yanto-

Kabid Pelayanan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Pemkab OKI

(27062021)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Sumsel Maju
Maroko
Top