Musi Online | Muba Sumbang Angka Kemiskinan Terbesar Kedua di Sumsel
Home        Berita        Seputar Musi

Muba Sumbang Angka Kemiskinan Terbesar Kedua di Sumsel

Musi Online
https://musionline.co.id 24 February 2021 @09:27 4099 x dibaca
Muba Sumbang Angka Kemiskinan Terbesar Kedua di Sumsel
(Ilustrasi net)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dengan angka APBD Tertinggi di Provinsi Sumsel menyumbang angka kemiskinan terbesar kedua setelah daerah pemekaran Kabupaten Muratara.  

 

Musionline.co.id, Palembang – Angka kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Namun sayang, Kabupaten/Kota yang memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) terbesar, justru menjadi penyumbang angka kemiskinan tertinggi di Provinsi Sumsel.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) daerah dengan APBD paling tinggi yakni di atas Rp 3 triliun, justru memiliki warga miskin terbesar kedua di Sumsel. Angka kemiskinan di kabupaten ini sebesar 16,13 persen pada tahun 2020, menurun sedikit dari tahun 2019 sebesar 16,41 persen dan 16,52 persen di tahun 2018.

Kemudian Kabupaten Lahat, termasuk sebagai penyumbang terbesar angka kemiskinan dengan persentase 15,95 persen pada tahun 2020. Ini meningkat dibanding tahun 2019 di angka 15,92 persen dan 16,15 persen pada 2018. Padahal Kabupaten Lahat memiliki APBD sangat besar dibanding daerah lain dan juga banyak terbanyak sumber daya alam (SDA).

Sementara Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) masuk sebagai lima daerah tertinggi angka kemiskinan di Sumsel. Angka kemiskinan di kabupaten ini sebesar 14,73 persen pada tahun 2020, 15,01 persen Tahun 2019 dan 13,56 persen di 2018.

Selanjutnya, Kabupaten Muara Enim. Pada tahun 2020, angka kemiskinan sebesar 12,32 persen, 12,41 persen pada 2019 dan 12,56 persen pada 2018.

Kota Palembang, pun masuk dalam daftar daerah dengan kemiskinan cukup tinggi. Dari total penduduk ibu kota, sebanyak 10,89 persen diantaranya tergolong miskin yang tercatat pada tahun 2020, tahun 2019 sebesar 10,90 persen dan 10,95 persen pada tahun 2018.

Sementara Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) daerah pemekaran dari Kabupaten Musirawas, menjadi daerah paling tinggi menyumbang angka kemiskinan di Sumsel, namun dengan APBD yang terbilang kecil sekitar Rp 1 triliun.

Kabupaten Muratara angka kemiskinan hampir menyentuh 20 persen, tepatnya 19,47 persen di tahun 2020. Angka ini naik dari dua tahun sebelumnya dikisaran 19,12 persen.

Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsi mengatakan, pada dasarnya terjadi penurunan signifikan angka kemiskinan di tingkat Provinsi Sumsel sejak tahun 2018 atau ketika Herman Deru (HD) menjabat Gubernur. Pada tahun itu, angka kemiskinan menyentuh angka 12,80 persen, tetapi berhasil turun signifikan pada 2019 menjadi 12,71 persen.

"Dan hingga bulan Maret 2020, tren penurunan kembali terjadi diangka 12,66 persen," ungkapnya, Selasa (23/2/2021).

Dilanjutkannya, begitu perekonomian masyarakat terus menggeliat, Indonesia dihantam pandemi Covid-19. Provinsi Sumsel tak luput menjadi imbas dengan nyaris lumpuhnya perekonomian di setiap sektor.

Ini mengakibatkan persentase penduduk miskin bertambah pada periode Maret-September 2020 di angka 12,98 persen. Meski bertambah sebesar 0,32 persen, namun angka tersebut jauh lebih rendah dari penambahan rata-rata nasional sebesar 0,41 persen.

"Penambahan angka kemiskinan terjadi merata di seluruh Indonesia lantaran dampak pandemi. Tapi, Sumsel mampu menekan penambahan sehingga masih dibawah rata-rata nasional," jelasnya.

Menurutnya, Garis Kemiskinan (GK) dipergunakan sebagai suatu batas mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk dikatakan miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per orang setiap bulannya di bawah GK.

Selama periode Maret-September 2020 GK naik 0,51 persen yaitu dari Rp 439.041 per orang perbulan pada Maret 2020 menjadi Rp 441.259 per orang perbulan pada September 2020. Sementara pada periode September 2019-September 2020, GK naik sebesar 3,63 persen dari Rp425.808 per orang per bulan pada September 2019 menjadi Rp441.259 per orang per bulan pada September 2020.

GK ditentukan dari GK Makanan (GKM) dan GK Non-makanan (GKNM). Menghitung angka kemiskinan bukan dari penghasilan melainkan pengeluaran penduduk. Peranan kelompok makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan kelompok bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

Dijelaskan Endang, menurunkan angka kemiskinan bukan perkara mudah. Namun dia mengapresiasi Provinsi Sumsel cukup tangguh dalam menghadapi pandemi. Perekonomian tetap tumbuh bertahan sehingga daya beli masyarakat tidak terlalu menurun drastis.

Pada tahun 2020, Sumsel mencatatkan diri sebagai daerah paling tertinggi untuk regional Sumatera di bidang pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi Sumsel sebesar 5,71 persen dan juga tertinggi di pulau Sumatera, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional di angka 4,57 persen.

"Ini membuktikan Sumsel mampu bertahan di tengah pandemi dibanding daerah lain, pembangunan terus berlanjut dan sekarang dilanjutkan pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat," tegasnya.

Dirinya mengapresiasi atas ada sinergitas antara Gubernur Sumsel dan Bupati/Walikota dalam upaya percepatan penurunan angka kemiskinan. Utamanya daerah-daerah yang paling besar penduduk miskin seperti OKI, Muara Enim, Musi Banyuasin (Muba), Banyuasin, Palembang dan lainnya," tutupnya. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Sumsel Maju
Maroko
Top