Musi Online | Masjid Sriwijaya! Tanpa Proposal, DPRD Sumsel Pura-pura Tak Tahu dan Tanpa Audit Investigasi
Home        Berita        Hukum Kriminal,Seputar Musi

Masjid Sriwijaya! Tanpa Proposal, DPRD Sumsel Pura-pura Tak Tahu dan Tanpa Audit Investigasi

Musi Online
https://musionline.co.id 09 March 2022 @10:45 540 x dibaca
Masjid Sriwijaya! Tanpa Proposal, DPRD Sumsel Pura-pura Tak Tahu dan Tanpa Audit Investigasi
Mukti Sulaiman saat dihadirkan secara virtual di sidang terdakwa Akhmad Najib Cs di Pengadilan Tipikor Palembang.

Musionline.co.id, Palembang - Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumatera Selatan (Sumsel) H Mukti Sulaiman terdakwa dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya dan telah divonis Hakim tujuh tahun penjara, menjadi saksi persidangan terdakwa Akhmad Najib dan tiga orang lainnya di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (8/3/2022).

Para terdakwa yang dimaksud adalah Akhmad Najib mantan Asisten Kesra Pemprov Sumsel sekaligus Sekretaris Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya, Laonma PL Tobing mantan Kepala BPKAD Sumsel, Loka Sangganegara selaku tim Leader Pengawas PT Indah Karya dan Agustinus Antoni selaku Kabid Anggaran BPKAD sekaligus Sekretaris TAPD Sumsel. Sidang atas keempat terdakwa dipimpin Ketua Majelis Hakim Yoserizal SH MH.

Dihadirkan secara virtual dari Rutan Pakjo, sebagai saksi Mukti Sulaiman mengakui, terkait dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya tahun 2015 dan 2017 tidak ada proposal.

Menurutnya, berdasarkan Permendagri, proposal untuk dana hibah diajukan satu tahun sebelum anggaran.

Dijelaskan saksi, proses penganggaran dana hibah Masjid Sriwijaya tanpa adanya proposal bermula digelarnya pertemuan di Griya Agung Palembang yang dihadirinya bersama Gubernur Sumsel saat itu Alex Noerdin (terdakwa berkas terpisah), Laonma PL Tobing dan pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.

Dikatakan, pertemuan tersebut membicarakan rencana pembangunan Masjid Sriwijaya. Dalam pertemuan itu, dirinya tidak mendengar secara langsung, tapi dari informasi memang Pak Gubernur saat itu meminta kepada Laonma PL Tobing selaku Kepala BPKAD untuk setiap tahunnya menganggarkan Rp100 miliar guna pembangunan Masjid Sriwijaya.

Menindaklanjuti pertemuan di Griya Agung, tak lama kemudian dirinya yang saat itu menjabat Sekda dan juga Ketua TAPD Sumsel menanyakan ketersediaan anggaran kepada semua anggota TAPD terkait permintaan anggaran Rp100 miliar tersebut.

Ia menjelaskan, jika pemberian dana hibah harus melihat lebih dulu kemampuan keuangan daerah. Ia pun bertanya kepada seluruh anggota TAPD, ketika itu para anggota TAPD menyampaikan anggarannya ada. Sebab, anggaran untuk dana BOS, anggaran kesehatan dan gaji PNS semuanya sudah dialokasikan. Oleh karena itu dana hibah Masjid Sriwijaya tersebut dianggarkan oleh TAPD dan digabungkan dengan dana hibah lainnya.

Saksi melanjutkan, dana hibah dianggarkan secara keseluruhan. Kemudian dana hibah tersebut dituangkan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) yang dibuat Tim TAPD Sumsel. Lalu KUA PPAS itu dibawa ke DPRD Sumsel dan dilakukan pembahasan hingga akhirnya disahkan anggarannya.

Saksi beralasan, dianggarkannya dana hibah Masjid Sriwijaya tanpa proposal karena pembangunan Masjid Sriwijaya merupakan aspirasi para Tokoh Sumsel yang berada di Jakarta maupun Palembang.

Kembali dijelaskannya, karena rencana pembangunan Masjid Sriwijaya merupakan aspirasi para Tokoh Sumsel, maka Gubernur ketika itu menilai untuk dianggarkan dan dibuatkan Perdanya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Roy Riadi SH MH bertanya kepada saksi, terkait adanya empat kali perubahan SK Gubernur tentang pemberian dana hibah. Saksi membenarkan, memang ada empat kali perubahan SK Gubernur tentang pemberian dana hibah dilakukan berdasarkan mekanisme DPRD Sumsel.

Mukti Sulaiman : DPRD Pura-Pura Tidak Tahu

JPU menjelaskan kepada saksi Mukti Sulaiman, dari keterangan pihak DPRD Sumsel yang sebelumnya telah dihadirkan di sidang menyampaikan, jika DPRD tidak mengetahui tentang perubahan SK tersebut.

Saksi menegaskan, jika DPRD Sumsel mengetahui adanya empat kali perubahan SK Gubernur terkait pemberian dana hibah.

Menurut saksi, perubahan SK dilakukan dengan mekanisme DPRD, jadi DPRD mengetahui persoalan SK itu. Jika DPRD Sumsel tidak tahu, itu namanya DPRD pura-pura tidak tahu. Tidak mungkin pihak DPRD tidak tahu.

Saksi Mukti Sulaiman menambahkan, mengenai Satker yang melakukan pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya yakni BPKAD. Kepala BPKAD ketika itu, Laonma PL Tobing terkait pemberian dana hibah ridak ada pertanggungjawabannya.

Naskah NPHD Dikoordinasikan Dengan Kabiro Hukum

Dihadirkan sebagai saksi, Abdul Basith selaku staf Biro Kesra Pemprov Sumsel mengungkapkan, kalau pembuatan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Masjid Sriwijaya dikoordinasikan dengan Kabiro Hukum Pemprov Sumsel yang ketika itu dijabat Ardani.

Ia menjelaskan, NPHD Masjid Sriwijaya dibuat Biro Kesra pada tahun 2015. Dalam pembuatannya, pihaknya berkoordinasi dengan Kabiro Hukum termasuk penomoran suratnya.

Menurutnya, NPHD Masjid Sriwijaya dibuat berawal dari adanya nota dinas permintaan pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya dari BPKAD Sumsel. Dimana dalam dokumen nota dinas permintaan pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya dari BPKAD, ada paraf disposisi Gubernur Alex Noerdin.

Dilanjutkan, lantaran yang diterima pihaknya hanyalah nota dinas permintaan pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya dari BPKAD, maka untuk proposal dan usulan dana hibah Masjid Sriwijaya tahun 2015 dan 2017 dipastikannya tidak ada proposal.

Saksi mengatakan, kalau dirinya bersama Tim di Biro Kesra melakukan pembuatan NPHD tanpa adanya proposal karena menjalankan perintah atasannya ketika itu, Ahmad Nasuhi Kabiro Kesra (telah divonis hakim) dan takut menolak perintah atasan.

Tanpa Proposal, Akhmad Najib Tandatangani NPHD Rp130 M

Saksi Abdul Basith menuturkan, jika NPHD yang ditandatangani tahun 2015 dan 2017 senilai Rp130 miliar oleh terdakwa Akhmad Najib tanpa adanya proposal dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.

Dijelaskannya, tanpa proposal NPHD dibuat berdasarkan nota dinas permintaan pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya dari BPKAD. Kemudian pihaknya hanya melakukan verifikasi dokumen secara umum saja. Setelah NPHD dibuat, lalu diserahkan kepada Akhmad Najib selaku Asisten Kesra. Kemudian NPHD ditandatangani Akhmad Najib dan diserahkan ke BPKAD untuk dilakukan proses pencairan.

 

Proses Penganggaran Dana Hibah Masjid Sriwijaya Tak Sesuai Prosedur

Mendengar keterangan saksi, JPU Kejati Sumsel Roy Riadi SH MH menegaskan, jika keterangan saksi adalah fakta sidang kalau proses penganggaran dana hibah Masjid Sriwijaya tidak sesuai prosedur dan aturan.

Menurut JPU, seharusnya dalam penganggaran dana hibah Masjid Sriwijaya, ada proposalnya tapi tidak ada. Kemudian proses pencairannya hanya dilakukan verifikasi cek kelengkapan dokumen saja, tidak mengecek mengenai kebenaran materil dokumen yang diperiksa.

Tidak Dilakukan Audit Investigasi Kerugian Negara

Hadir sebagai saksi, Firman Arjuni dari Inspektorat Pemprov Sumsel mengaku, audit yang dilakukan pihaknya bukanlah audit investigasi, lantaran data yang digunakan untuk audit merupakan data dari PT Brantas Abipraya selaku kontraktor mengerjakan pembangunan Masjid Sriwijaya.

Ia menjelaskan, pihaknya tidak melakukan audit investigasi karena memeriksa bangunan Masjid Sriwijaya hanya berdasarkan data didapat dari PT Brantas Abipraya.

Saksi menerangkan, saat itu dirinya dari pihak Inspektorat turun langsung ke lokasi pembangunan Masjid Sriwijaya untuk melakukan penghitungan volume bangunan.

Menurutnya, pihaknya memeriksa dari data PT Brantas Abipraya yang disamakan dengan bangunan di lokasi. Hasil pengecekan, pihaknya menilai kalau termin pembangunan 1,2 dan 3 hanya 11 persen, kemudian termin 4,5 dan 6 ada 19 persen. Saat itu, pihaknya datang ke lokasi melihat fisik bangunan yang telah dikerjakan.

Dilanjutkan, dari 37 item di lokasi hanya dihitung secara parsial. Dari hasil penghitungan itu, pihaknya menemukan adanya lebih bayar ke PT Brantas Abipraya senilai Rp900 juta.

Audit Inspektorat Diragukan

JPU Kejati Sumsel meragukan audit yang dilakukan pihak inspektorat Sumsel karena bukan audit investigasi.

Menurut JPU Roy Riadi SH MH, kelebihan bayar ke PT Brantas Abipraya Rp900 juta diragukan karena inspektorat mengaudit menggunakan data PT Brantas, jadi audit yang dilakukan bukanlah audit investigasi sebagaimana standar audit.

JPU Tetap Gunakan Audit Total Lose

Roy menegaskan, jika pihaknya selaku JPU tetap dengan audit total lose.

 

Menurutnya, ahli Polsri dari pihak Inspektorat melakukan auditnya menggunakan data dari Inspektorat yang datanya tersebut juga diperoleh Inspektorat dari PT Brantas Abipraya. Dari itulah audit Inspektorat diragukan, bahkan saksi Firman Arjuni sudah mengakui audit tersebut tidak valid.

Tidak Ada Sertifikat Menyatakan Lahan Milik Pemprov Sumsel

Turut dihadirkan Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kota Palembang Norman Subowo sebagai saksi.

Saksi Norman mengatakan, jika lahan yang dijadikan lokasi pembangunan Masjid Sriwijaya tidak ada sertifikat yang menyatakan lahan tersebut milik Pemprov Sumsel.

“Selain itu sebagian bangunan masjid yang mangkrak tersebut lahannya merupakan milik warga,” pungkas Norman. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Sumsel Maju
Maroko
Top