Musi Online | Bupati OKU Teddy Meilwansyah Tegaskan Tak Tahu Soal Fee Pokir DPRD OKU, Fokus pada Sengketa Pilkada di MK
HDCU
Home        Berita        Hukum Kriminal

Bupati OKU Teddy Meilwansyah Tegaskan Tak Tahu Soal Fee Pokir DPRD OKU, Fokus pada Sengketa Pilkada di MK

Musi Online
https://musionline.co.id 01 July 2025 @18:20
Bupati OKU Teddy Meilwansyah Tegaskan Tak Tahu Soal Fee Pokir DPRD OKU, Fokus pada Sengketa Pilkada di MK
Bupati OKU Teddy Meilwansyah Tegaskan Tak Tahu Soal Fee Pokir DPRD OKU, Fokus pada Sengketa Pilkada di MK.

Musionline.co.id, Baturaja — Kasus dugaan korupsi fee pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, terus menyeret sejumlah nama. 
Namun Bupati OKU H Teddy Meilwansyah menegaskan dirinya sama sekali tidak mengetahui adanya kesepakatan fee pokir sebesar 20 persen untuk anggota DPRD OKU dan 2 persen untuk panitia, sebagaimana terungkap dalam persidangan kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Palembang.
Pernyataan itu disampaikan Teddy saat ditemui awak media pada Selasa, 1 Juli 2025, usai memimpin upacara HUT Bhayangkara ke-79 di halaman Mapolres OKU. 
Dengan tegas, orang nomor satu di OKU ini menyatakan tidak terlibat maupun mengetahui pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) OKU tahun anggaran 2025.
“Pada saat pembahasan penyusunan RAPBD tahun 2025 itu, saya bukan lagi menjabat sebagai Penjabat Bupati OKU. Waktu itu saya sedang menghadapi proses sidang sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta yang berlangsung sekitar dua bulan,” tegas Teddy.
Menurut Teddy, pada masa itu dirinya bersama Marjito Bachri sedang fokus menghadapi persidangan sengketa hasil Pilkada di MK setelah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. 
Sehingga dia sama sekali tidak mengikuti dinamika internal di OKU, termasuk soal kesepakatan fee pokir yang kini ramai diperbincangkan.
Bantah Tahu Pertemuan di Hotel dan Demo Massa
Bupati OKU Teddy Meilwansyah juga membantah mengetahui adanya pertemuan-pertemuan yang disebut-sebut digelar di salah satu hotel ternama di Baturaja, The Zuri Hotel, yang diduga membahas bagi-bagi fee proyek pokir DPRD OKU.
“Saya tidak tahu ada pertemuan di The Zuri, saya tidak tahu termasuk soal keterangan ada massa yang demo. Karena memang saat itu saya sedang proses sidang sengketa Pilkada di MK Jakarta,” kata Teddy dengan nada serius.
Dia menegaskan, selama proses persidangan kasus dugaan suap pokir DPRD OKU yang kini berjalan di Pengadilan Tipikor Palembang, dirinya juga diminta hadir sebagai saksi. 
Namun dalam kesaksiannya, Teddy menegaskan tidak pernah memberikan keterangan soal adanya pertemuan di hotel, aksi demo massa, maupun teknis pembagian fee, lantaran memang tidak tahu.
Hadir sebagai Saksi, Hormati Proses Hukum
Pada kesempatan tersebut, Teddy juga mengungkapkan sehari sebelumnya dirinya sudah diminta hadir memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Palembang dalam persidangan lanjutan perkara dugaan korupsi fee pokir DPRD OKU.
Sebagai warga negara yang baik, Teddy menegaskan dirinya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan memenuhi panggilan pengadilan untuk memberikan keterangan.
“Saya hadir sebagai saksi untuk memberikan keterangan apa yang saya ketahui, saya sampaikan apa adanya. Saya berharap kesaksian yang saya berikan bisa membantu proses hukum ini menjadi terang benderang,” ujarnya.
Teddy juga turut mendoakan agar rekan-rekannya yang saat ini sedang berhadapan dengan proses hukum diberikan kelancaran serta dimudahkan dalam menghadapi masalah yang menimpa. “Mudah-mudahan kasus ini bisa cepat selesai,” tutupnya.
Lebih lanjut, Teddy mengungkapkan ke depan Pemerintah Kabupaten OKU akan fokus melakukan recovery dan percepatan pembangunan pasca berbagai dinamika politik maupun persoalan hukum yang terjadi belakangan ini. 
Menurutnya, roda pemerintahan dan pembangunan di OKU tidak boleh terganggu terlalu lama.
“Kita akan segera melakukan recovery untuk melanjutkan pembangunan di Kabupaten OKU agar tetap berjalan dengan baik demi kesejahteraan masyarakat,” pungkas Teddy.
Sebagaimana diketahui, sehari sebelumnya Teddy hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dan suap terkait fee proyek pokir DPRD OKU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang. Sidang digelar di Gedung Museum Tekstil Palembang dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Idi Il Amin.
Dalam kasus ini, beberapa pihak telah ditetapkan sebagai terdakwa. Mereka antara lain pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten OKU berinisial Nop, tiga oknum anggota DPRD OKU berinisial MF, UH, FY, serta dua kontraktor pelaksana proyek berinisial SS dan Fb.
Kasus ini mencuat setelah penyidik menemukan dugaan adanya kesepakatan jatah fee sebesar 20 persen dari nilai proyek untuk para anggota DPRD OKU dan 2 persen untuk panitia, yang diatur melalui pokok-pokok pikiran dewan. Proyek-proyek tersebut diduga kemudian diatur sedemikian rupa untuk mengakomodasi kepentingan tertentu.
Sekadar mengingatkan, pada Minggu, 16 Maret 2025, KPK resmi menetapkan enam dari delapan orang yang terjaring operasi tangkap tangan sebagai tersangka terkait korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkab OKU. 
Mereka yakni Ferlan Juliansyah selaku anggota Komisi III DPRD OKU, M Fahrudin selaku Ketua Komisi III DPRD OKU, Umi Hartati selaku Ketua Komisi II DPRD OKU, Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab OKU, M Fauzi alias Pablo selaku swasta, dan Ahmad Sugeng Santoso selaku swasta.
Adapun dua orang pemberi suap yakni M Fauzi alias Pablo, dan Ahmad Sugeng Santoso sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palembang, Senin 26 Mei 2025.
Dalam OTT, KPK mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp2,6 miliar, 1 unit mobil Toyota Fortuner, dokumen, alat komunikasi, dan barang bukti elektronik lainnya.
Adapun konsturksi kasus yakni pada Januari 2025 dilakukan pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran (TA) 2025. Agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan, beberapa perwakilan DPRD menemui pihak pemerintah daerah.
Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir dan disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR dengan anggaran Rp45 miliar. 
Dari nilai proyek itu, jatah untuk ketua dan wakil ketua DPRD OKU disepakati mendapatkan Rp5 miliar, sedangkan untuk anggota DPRD OKU sebesar Rp1 miliar.
Nilai tersebut turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran. Tetapi untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen jatah bagi anggota DPRD. Sehingga total fee sebesar Rp7 miliar. Saat RAPBD TA 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.
Saat itu, Nopriansyah menawarkan 9 proyek kepada Pablo dan Ahmad Sugeng dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
Nopriansyah kemudian mengkondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan PPK untuk menggunakan beberapa perusahaan atau CV yang ada di Lamteng untuk pinjam bendera dan dikerjakan Pablo dan Ahmad Sugeng. Kemudian penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lamteng.
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili Ferlan, Fahrudin, dan Umi menagih jatah fee proyek kepada Nopriansyah sesuai dengan komitmen yang dijanjikan akan diberikan sebelum Hari Raya IdulFitri melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.
Pada kegiatan itu, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh KPK, pertemuan dilakukan antara anggota dewan, kepala Dinas PUPR, juga dihadiri oleh pejabat bupati dan kepala BPKAD. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Maroko
Top