Musionline.co.id, Palembang - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufik Ibnugroho mengungkapkan, jika KPK menemukan barang bukti tambahan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Musi Banyuasin (Muba) nonaktif Dodi Reza Alex (DRA) terdakwa dugaan suap pengadaan barang dan jasa Kabupaten Muba tahun anggaran 2021.
Dilansir koransn.com, pernyataan itu diungkapkan Taufik usai sidang dakwaan terhadap DRA, Herman Mayori (HM) dan Eddy Umari (EU) di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Rabu (16/3/2022).
"Untuk barang bukti OTT, ada penambahan uang dengan total Rp2 miliar lebih. Uang Rp2 miliar itu ditemukan dari beberapa pihak, nantinya akan kita dalami di persidangan," ungkapnya.
Ia melanjutkan, terkair jumlah uang yang telah diterima DRA, HM dan EU, pihak ULP, PPTK dan pegawai asministrasi, jumlah totalnya Rp4,4 miliar lebih.
“Uang Rp 4,4 miliar lebih itu berbeda dengan barang bukti OTT. Sebab, kalau uang Rp4,4 miliar itu diberikan oleh pihak kontraktor pemberi suap, yakni Suhandy terkait ijon empat proyek yang didapatkan olehnya. Sedangkan untuk uang barang bukti OTT disita KPK terkait OTT yang terjadi dalam perkara ini,” ungkapnya lagi.
Dijelaskannya, adapun aliran suap yang diterima DRA, HM dan EU terdiri dari, untuk DRA Rp2.611.550.000 atau dua miliar enam ratus sebelas juta lima ratus lima puluh ribu rupiah, HM menerima uang sebesar Rp1.089.000.000 atau satu miliar delapan puluh sembilan juta rupiah dan EU menerima uang sebesar Rp727.000.000 atau tujuh ratus dua puluh tujuh juta rupiah.
Dimana uang tersebut merupakan uang dari Rp4,4 miliar lebih yang diberikan oleh Suhandy terkait fee ijon empat proyek yang didapatkan Suhandy di Muba.
DRA Aktif Minta Jatah Fee Proyek
JPU KPK Taufik Ibnugroho menyebutkan, dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Muba tahun anggaran 2021, Bupati Muba nonaktif Dodi Reza Alex (DRA) aktif meminta jatah fee proyek usai dilantik menjadi Bupati Muba, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
“Dalam surat dakwaan telah kami sebutkan di persidangan. Jika usai dilantik menjadi Bupati Muba, DRA memanggil HM selaku Kadis PUPR kemudian DRA meminta agar HM memaparkan proyek-proyek yang akan dilaksanakan di Muba. Nah saat itulah, DRA meminta fee 10 persen setiap proyek di Muba. Jadi DRA ini aktif meminta fee usai dirinya dilantik menjadi Bupati Muba,” katanya.
Artinya, dalam perkara ini, DRA memiliki peran yang aktif dalam meminta fee kepada para kontraktor.
“Jadi peran DRA ini aktif, dia yang meminta fee kepada kontraktor yang disampaikan kepada HM. Setalah itu, HM mengadakan rapat dengan para Kabid di Dinas PUPR Muba untuk menyampaikan permintaan fee DRA itu,” katanya lagi.
Dilanjutkannya, terkait permintaan fee dari DRA tersebut, membuat HM dan EU mencari kontraktor yang dapat memberikan fee dimuka atau ijon proyek hingga akhirnya Suhandy (telah divonis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang) menyanggupi permintaan tersebut.
“Setelah Suhandy menyanggupi permintaan fee, kemudian Suhandy memberikan fee untuk DRA yang diberikan secara bertahap melalui HM dan EU. Dari pemberian fee tersebut Suhandy mendapatkan empat proyek di Muba,” ujarnya.
DRA Terancam 4 Tahun Penjara
Bupati Muba DRA, Kepala Dinas PUPR Muba HM dan Kabid SDA Dinas PUPR Muba EU dijerat pasal berlapis.
Taufik melanjutkan, untuk ketiga terdakwa didakwa dengan pasal berlapis. Adapun pasal yang didakwaan kepada ketiganya yakni, Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian Pasal 11 UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UUNomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Ancaman hukuman untuk ketiga terdakwa empat tahun penjara," tegasnya. (***)