Musi Online https://musionline.co.id 30 July 2025 @19:08 20 x dibaca 
Mendagri Tito Karnavian Sebut Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD Sesuai UUD 1945, Buka Wacana Baru Sistem Pilkada.
Musionline.co.id, Jakarta - Wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah kembali mencuat ke permukaan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan ruang konstitusional bagi model pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), bukan semata-mata melalui pemilihan langsung oleh rakyat seperti yang selama ini diterapkan.
Hal tersebut disampaikan Tito saat menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/07/2025). Menurutnya, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menjadi dasar kunci dalam pembahasan ini.
“Kalau kita bicara soal aturan, mari kita buka Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Di sana disebutkan, ‘Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis’. Kata kuncinya adalah ‘demokratis’,” jelas Tito.
Menurut Tito, istilah “demokratis” tidak mengunci mekanisme pemilihan hanya pada sistem langsung. Ia menegaskan bahwa demokratis juga bisa diartikan sebagai demokrasi perwakilan, yakni melalui pemilihan oleh DPRD.
“Kalimat itu tidak menyebutkan ‘secara langsung’. Artinya, masih ada ruang untuk menafsirkan pemilihan melalui perwakilan, seperti yang dilakukan oleh DPRD. Ini bisa kita sebut demokrasi perwakilan, dan praktik seperti ini banyak digunakan di negara lain,” tambahnya.
Sebagai contoh, Tito menyinggung sistem parlementer di negara-negara persemakmuran seperti Inggris, Australia, dan Kanada, di mana kepala pemerintahan (Perdana Menteri) tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan oleh anggota parlemen.
“Koalisi terbentuk di parlemen, kemudian mereka memilih pemimpinnya. Ini sah dan demokratis menurut sistem yang mereka anut,” tegasnya.
Presiden Prabowo Pernah Singgung Ongkos Tinggi Pilkada Langsung
Pernyataan Mendagri Tito ini menguatkan sinyal bahwa wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah sedang dikaji serius oleh pemerintah.
Presiden Prabowo Subianto sendiri pernah menyinggung hal ini dalam pidatonya pada 12 Desember 2024 lalu.
Saat itu, Prabowo menyampaikan kekhawatirannya terhadap mahalnya biaya pemilihan kepala daerah secara langsung yang dinilai tidak efisien dan sarat dengan praktik politik uang.
Menurutnya, beberapa negara justru berhasil membangun sistem pemerintahan yang efektif dan akuntabel meski kepala daerahnya dipilih oleh DPRD, bukan langsung oleh rakyat.
Muhaimin Iskandar Dukung Kepala Daerah Dipilih DPRD
Wacana ini juga mendapat dukungan dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhaimin Iskandar.
Ia bahkan secara terbuka mengusulkan kepada Presiden Prabowo agar sistem pemilihan kepala daerah diubah.
“Ini memang usulan yang cukup menantang karena banyak yang menolak. Tapi PKB bertekad untuk memperjuangkannya. Tujuannya adalah efektivitas dan percepatan pembangunan. Kita ingin mengurangi proses demokrasi yang berliku-liku, yang justru seringkali menghambat akselerasi pembangunan daerah,” ungkap Muhaimin.
Namun demikian, usulan ini tidak serta-merta diterima oleh semua pihak. Banyak elemen masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh politik yang mengingatkan bahwa pilkada langsung adalah bagian dari reformasi politik pasca-Orde Baru yang bertujuan mendekatkan pemimpin daerah kepada rakyatnya.
Pro dan Kontra Muncul di Publik
Wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Para pendukung menyebut sistem ini akan menekan biaya politik yang sangat tinggi dalam pilkada langsung, serta mencegah praktik politik uang dan korupsi elektoral.
Sementara para penentangnya khawatir sistem ini akan menjauhkan masyarakat dari proses demokrasi yang selama ini memberi mereka hak langsung untuk menentukan pemimpin di tingkat lokal. Ada pula kekhawatiran bahwa pemilihan oleh DPRD akan membuka ruang bagi politik transaksional dan dominasi elite.
Meski demikian, pemerintah belum memastikan apakah wacana ini akan dibawa ke proses legislasi atau amandemen UUD 1945. Tito sendiri menegaskan bahwa sejauh ini pihaknya hanya menjelaskan dasar hukum yang membuka peluang bagi sistem tersebut.
“Kalau ingin diubah atau diperjelas, tentu harus lewat proses amendemen UUD 45. Tapi kalau mau tetap dalam sistem yang ada sekarang, perlu ada evaluasi terhadap efektivitasnya,” pungkas Tito. (***)
0 Komentar