Musionline.co.id, Palembang - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan para saksi untuk terdakwa Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi atas dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya pada sidang di PN Tipikor Palembang, Kamis (7/10/2021).
Para saksi yang dimaksud adalah Ramadhan S Basyeban sebagai Sekretaris DPRD Sumsel (Sekwan), kemudian tiga orang Anggota DPRD Sumsel aktif, Giri Ramanda Kiemas, MF Ridho dan M Yansuri.
MF Ridho : Proposal Masjid Sriwijaya akan disusulkan pihak eksekutif, namun hingga pencairan tahun 2017 tidak ada proposal itu
MF Ridho yang kala itu sebagai mantan Ketua Komisi 3, juga mantan anggota Banggar DPRD Sumsel mengungkapkan, pembahasan anggaran dana hibah Masjid Sriwijaya dibahas di DPRD disaat sudah ada kontrak kerja antara pihak yayasan dan kontraktor yang mengerjakan pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang.
Menurutnya, hal itu diketahuinya dari keterangan Marwah M Diah selaku mantan Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
Dijelaskannya, di tahun 2014 dirinya adalah anggota Banggar dan tahun 2017 sebagai ketua Komisi 3 DPRD Sumsel. Saat pembahasan dana hibah, Marwah M Diah menyampaikan, jika sudah ada kontrak kerja dengan nilai pembangunan kurang lebih Rp600 miliar. Juga dikatakan, nanti akan ada upaya donasi dari Luar Negeri dan masyarakat Sumsel.
Dalam rapat itu, hadiri pula terdakwa Mukti Sulaiman selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumsel selain Marwah M Diah.
Dilanjutkannya, dalam rapat disampaikan kalau proposal Masjid Sriwijaya merupakan tugas TAPD dan akan disusulkan. Sesuai aturannya, sebelum pembahasan masuk ke DPRD, proposal digodok lebih dulu di TAPD. Kala itu, pihaknya mengira proposal sudah ada di TAPD.
Oleh karenanya, saat rapat pembahasan anggaran, pihaknya dari DPRD Sumsel mengingatkan agar TAPD memberikan dana hibah Masjid Sriwijaya sesuai aturan yang berlaku.
Namun ternyata proposal itu tidak ada. Sementara terkait pertanggungjawaban dana hibah, merupakan wewenang eksekutif yang memintanya kepada penerima dana hibah. Kemudian, dalam rapat paripurna pertanggungjawaban barulah disampaikan Gubernur dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ).
Sepengetahuan MF Ridho, untuk LKPJ dana hibah Masjid Sriwijaya ada dan telah disampaikan Gubernur dalam LKPJ. Pun tidak ada temuan dari BPK terkait LKPJ yang disampaikan Gubernur ketika itu.
Dikarenakan pembahasan di Komisi 3 dan Banggar, maka terkait dana hibah Masjid Sriwijaya tahu 2015 senilai Rp50 miliar dan tahun 2017 sebesar Rp80 miliar. Ketika itu, pihaknya mengingatkan pihak eksekutif agar dipastikan tepat penggunaannya.
Menurutnya, bahkan untuk memastikan hal itu, pihaknya memanggil para calon penerima hibah dan BPKAD dalam rapat di Komisi 3. Pihaknya menanyakan kembali tentang proposal Masjid Sriwijaya. Ketika itu pihak eksekutif mengatakan akan disusulkan. Namun, hingga penberian dana hibah tahun 2017 dilaksanakan, proposal Masjid Sriwijaya tidak ada.
Ramadhan S Basyeban : Dana Hibah Masjid Sriwijaya Dibahas Gelondongan
Sementara Sekwan Ramadhan S Basyeban dalam sidang mengatakan, dana hibah tahun 2015 awalnya dibahas secara gelondongan di DPRD Sumsel. Ia pun berkilah, jika dirinya sebagai Sekretaris DPRD Sumsel hanya memiliki tugas terkait masalah surat menyurat saja.
Menurutnya, dana hibah awalnya dibahas gelondongan, dimana saat itu untuk anggaran dana hibah secara keseluruhan, jika tidak salah berjumlah sekitae Rp1,3 triliun. Kemudian barulah ada rincian untuk hibah pembangunan Masjid Sriwijaya dan dilakukan pembahasan oleh Komisi 3 bersama BPKAD Sumsel. Hasil pembahasan di Komisi 3, dirinya selaku Sekretaris DPRD Sumsel mendapatkan surat tembusan.
Dalam surat yang ditembuskan ke dirinya itu, Komisi 3 DPRD Sumsel meminta agar pihak eksekutif dalam pemberian dana hibah Masjid Sriwijaya dilakukan sesuai dengan aturan. Pun saat rapat pembahasan di Banggar, pihak DPRD Sumsel juga mengingatkan pihak eksekutif, kalau pemberian dana hibah Masjid Sriwijaya agar dilakukan sesuai aturan.
Diungkapkannya, kala itu di Banggar hadir dari pihak eksekutif, yaitu Ketua TAPD Mukti Sulaiman dan Kepala BPKAD Sumsel yang dijabat Laonma PL Tobing.
Dirinya mengetahui dari rapat di DPRD, jika dana hibah Masjid Sriwijaya diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel sebanyak dua kali. Tahun 2015 senilai Rp50 miliar dan tahun 2017 berjumlah Rp80 miliar.
Ramadhan juga mengungkapkan, dalam pemberian dana hibah, juga ada Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi payung hukum untuk dana hibah Masjid Sriwijaya. Dengan adanya Perda, maka dilakukan rapat persetujuan APBD Induk. Pada APBD induk, dana hibah Masjid Sriwijaya dimasukkan, sementara pada APBD perubahan tidak ada dana hibah Masjid Sriwijaya.
Yansuri : Semua Anggota DPRD Sumsel menyetujui Dana Hibah Masjid Sriwijaya
Dalam keterangannya selaku saksi di persidangan dugaan Korupsi Masjid Sriwijaya M Yansuri mengungkapkan, dana hibah untuk pembangunan Masjid Sriwijaya dimasukkan dalam APBD pada rapat paripurna. Alasannya, ketika itu pihak eksekutif meyakinkan DParD, kalau semua syarat untuk pemberian dana hibah ke Yayasan Wakaf Masjis Sriwijaya, pun proposal semuanya sudah lengkap.
Oleh karena itulah, DPRD Sumsel percaya dengan pihak eksekutif hingga dimasukkan dalam rapat paripurna. Bahkan, semua anggota DPRD Sumsel dalam rapat paripurna menyetujui dana hibah tersebut.
Dilanjutkannya, sebelum diparipurnakan pihak DPRD juga telah memastikan agar eksekutif memberikan dama hibah sesuai peraturan dan memenuhi persyaratan.
Diungkapkannya lagi, saat di Komisi 3 dan Banggar, pihak pemerintah terus meyakinkan kalau semuanya sudah lengkap. Apalagi sudah kewajiban TAPD untuk melengkapi persyaratan dan proposal dana hibah sebelum anggaran dibahas di DPRD.
Giri Ramanda : Saat Dibahas di DPRD, Dana Hibah Masjid Sriwijaya Sudah Ada Rinciannya
Hadir guna memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Palembang, Giri Ramanda Kiemas mengatakan, di persidangan menjelaskan soal penganggaran dana hibah tahun 2015 dan 2017.
Dijelaskannya, untuk pembahasan di DPRD sudah sesuai aturan. Sebab, ketika pihak eksekutif dalam hal ini TAPD membawanya untuk dibahas di DPRD, seharusnya sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Lantaran itu, pihaknya berasumsi kalau syarat sudah dilalukan TAPD karena di DPRD hanya melakukan pembahasan.
Menurutnya, saat dana hibah dibawa untuk dibahas di DPRD, dana hibah itu sudah ada rinciannya. Berdasarkan rincian itu, lalu dilakukan pembahasan item peritem di Komisi. Dalam pembahasan itu, juga ada pohak eksekutif yang meyakinkan kalau persyaratannya sudah lengkap. (***)