Musionline.co.id, Indralaya -Evaluasi tenaga honorer di Satuan Polisi Pamong Paraja (Satpol PP) Kabupaten Ogan Ilir (OI) menuai polemik karena diduga tidak adil. Tes evaluasi itu sendiri diadakan pada tanggal 26 hingga 27 Januari 2022.
Diduga banyak tenaga honorer di Satpol PP OI yang telah mengabdi sejak tahun 2005 serta telah ditunjang dengan berbagai sertifikat penghargaan, seperti sertifikat seni bela diri dan kontribusi yang memadai, tetapi justru mendapat perlakuan diskriminatif.
Salah seorang anggota Satpol PP OI berinisial RA mengungkapkan, hasil evaluasi dimaksud dibagi menjadi tiga kategori dengan nilai upah yang berbeda.
“Hasil evaluasi dibagi jadi tiga kategori, sangat baik dengan gaji Rp1,2 juta, kategori baik Rp1 juta dan lulus dalam bimbingan dengan gaji Rp800 ribu perbulan,” ungkapnya, Senin (14/2/2022).
Adapun ketidakadilan yang dimaksud antara lain, banyak anggota yang telah lama mengabdi, bahkan sejak tahun 2005 masuk dalam kategori tiga dengan upah Rp800 ribu perbulan.
Sebaliknya, banyak juga anggota Satpol PP OI yang baru mengabdi, bahkan belum hitungan bulan masuk kategori sangat baik dengan gaji Rp1,2 juta perbulan.
“Kebanyakan yang lulus dengan kategori sangat baik, ternyata mereka dekat dan ada hubungan keluarga dengan pejabat di Kesatuan Pol PP OI,” ungkapnya lagi.
Sementara anggota Satpol PP OI lainnya, AG menambahkan, ada rekan kerjanya yang tidak mengikuti rangkaian tes evalusi sebagaimana mestinya. Namun mendapatkan hasil sangat baik karena mempunyai kedekatan emosional dengan pejabat/petinggi di instansi tersebut.
Atas perlakuan diskriminatif itu, puluhan anggota Sat Pol PP akhirnya nekat mendatangi gedung DPRD Kabupaten OI guna melaporkan dan mengadu terkait permasalahan yang mereka alami.
Keluahan dan laporan puluhan anggota Sat Pol PP ini diterima oleh anggota Komisi I DPRD OI yang juga Ketua Fraksi Golkar, M Ikbal.
“Setelah mendengar aspirasi kami, pihak DPRD meminta kami untuk kembali hadir karena dewan akan melakukan pemanggilan kepada Kasat Pol PP OI,” katanya.
Kasat Pol PP Kabupaten OI Samrowi mengatakan, evaluasi itu sendiri didasari untuk meningkatkan disiplin dan kinerja anggotanya.
“Sementara yang turun kategori itu, sebagian besar mereka yang jarang masuk kerja, bahkan ada yang sampai 100 hari tidak masuk kerja. Dalam PP 94 saja ASN tidak masuk kerja selama 28 hari bisa diberhentikan,” tegasnya.
Adapun evaluasi ini tidak bersifat permanen. Setelah tiga bulan jika mereka menunjukkan hasil kinerja bagus, rajin masuk kerja, bertanggungjawab dan disiplin, maka akan dikembalikan lagi sebagaimana mestinya.
“Evaluasi ini juga kita libatkan pihak Inspektorat dan BKPSDM untuk melakukan penilaian berupa wawancara,” ujarnya.
Ia membantah bahwa hasil evaluasi terdapat kepentingan yang didasari kedekatan dan faktor kekeluargaan.
“Buktinya keponakan kepala inspektorat saja nyatanya tidak lolos dalam evaluasi dan masuk kategori tiga,” jelasnya.
Dilanjutkanya, keputusan itu telah dipertimbangkan secara matang. Sebelum keputusan itu diambil, pihaknya sudah melayangkan Surat Peringatan (SP) satu hingga SP tiga.
“Mohon maaf, kalau memang ada pekerjaan lain, mengapa masih harus bekerja di sini. Kalau masih mau kerja di sini, maka jangan meninggalkan tugas,” jelasnya lagi.
Soal ada oknum anggota yang lolos, bahkan dikategorikan sangat baik tapi tidak menjalani serangkaian tes evaluasi. Samrowi berdalih bahwa yang bersangkutan telah menjalani serangkain tes evalusi secara online, karena situasi dan kondisi yang tidak memadai untuk ikut tes evalusi secara offline. (***)