Musi Online | Alex : Penandatangan NPHD Masjid Sriwijaya Harus Tanggungjawab
Home        Berita        Hukum Kriminal

Alex : Penandatangan NPHD Masjid Sriwijaya Harus Tanggungjawab

Musi Online
https://musionline.co.id 29 March 2022 @10:54 588 x dibaca
Alex : Penandatangan NPHD Masjid Sriwijaya Harus Tanggungjawab
Alex Noerdin hadir secara virtual saat menjadi saksi sidang atas empat terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (28/3/2022). (foto : DedySN)

Musionline.co.id, Palembang - Mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin (AN) selaku terdakwa kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, menjadi saksi atas empat orang terdakwa di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (28/3/2022).

Keempat terdakwa dimaksud adalah Akhmad Najib mantan Asisten Kesra Pemprov Sumsel, Laonma PL Tobing mantan Kepala BPKAD Sumsel, Loka Sangganegara selaku tim leader Pengawas PT Indah Karya dan Agustinus Antoni selaku Kabid Anggaran BPKAD Sumsel.

Dilansir koransn.com, sesuai peran masing-masing, AN dalam persidangan mengungkapkan, pihak yang menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dana hibah untuk pembangunan Masjid Sriwijaya harus bertanggungjawab.

Penegasan saksi AN dikatakan saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, Roy Riadi SH MH mencecar SK Gubernur yang diterbitkan saksi untuk pejabat penandatanganan NPHD dana hibah Masjid Sriwijaya.

Saat itu JPU menanyakan, NPHD harusnya ditandatangani oleh SKPD berwenang, yakni Sekda atau Kepala BPKAD, namun mengapa saksi memberikan SK tersebut ke terdakwa Akhmad Najib hingga terdakwa menandatanganinya.

Saksi AN menjawab, saat itu Sekda tengah sibuk dan penandatanganan NPHD bisa didelegasikan ke pejabat lainnya. Maka dirinya menunjuk Akhmad Najib selaku Asisten Kesra untuk menandatangani NPHD dana hibah Masjid Sriwijaya.

AN menjelaskan, sebelum ditandatangani harusnya diverifikasi, tidak boleh langsung tanda tangan saja. Oleh karenanya, yang menandatangani NPHD harus bertanggungjawab.

Saksi melanjutkan, sementara untuk proposal adalah masalah teknis saja. Namun untuk dana hibah, proposal merupakan syarat utama. Tidak masuk akal jika tidak ada proposal.

AN pun mengungkapkan, terkait pertemuan di Griya Agung bersama pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya, dihadiri Marwah M Diah dan terdakwa Laonma PL Tobing, saat itu dirinya tidak memerintahkan terdakwa menganggarkan Rp100 miliar setiap tahun guna pembangunan Masjid Sriwijaya.

Ia mengatakan, ketika itu Marwah M Diah mengabarkan akan ada bantuan dari Arab Saudi, namun hingga sekarang bantuan itu tidak ada. Ia pun menyampaikan, jika akan membangun Masjid sendiri secara bertahap dan semampunya.

"Jadi, saya tidak pernah menginstruksikan untuk menganggarkan setiap tahun Rp100 miliar. Sebab Gubernur tidak bisa memerintah menganggarkan setiap tahun Rp100 miliar," ujar saksi AN.

Dilanjutkannya, terkait adanya disposis di berkas pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya dengan tulisan "setuju", bukan berarti BPKAD langsung memproses pencairannya.

Menurutnya, disposisi yang diberikannya itu di berkas yayasan, hendaknya BPKAD saat melakukan verifikasi, jika ada yang tidak terpenuhi dapat menerbitkan nota dinas kepada dirinya.

Mudai : Alamat Yayasan Menggunakan Rumahnya di Jakarta

Muddai Madang mantan Bendahara Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang juga menjadi saksi atas empat terdakwa mengatakan, Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya berdiri di Jakarta hingga alamat kantor yayasan berada di Jakarta menggunakan rumahnya di kawasan Kemayoran Baru. Sementara untuk rekening yang digunakan untuk nenerima dana hibah, menggunakan rekening Bank Sumsel Babel dengan nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.

Saksi mengungkapkan, saat dirinya masih menjabat bendahara yayasan, di rekening Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya menerima dua tahap bantuan dana hibah, Rp50 miliar tahun 2015 dan tahun 2017 Rp80 miliar.

Dijelaskannya, dana hibah tahun 2015 Rp50 miliar digunakan untuk membayar tiga item yang tercantum dalam NPHD. Yaitu membayar Manajemen Konstruksi (MK) PT Indah Karya Rp1,2 miliar, membayar kontraktor PT Brantas Abipraya Rp48,5 miliar dan Rp240 juta lebih untuk administrasi proyek.

Kemudian untuk penggunaan dana hibah tahun 2017 Rp80 miliar, saksi tidak memgetahuinya lantaran telah mengundurkan diri dan diganti oleh bendahara yayasan yang baru.

Syarifudin : Tak Tahu Soal Catatan Fee Masjid Sriwijaya

Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, juga terpidana kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, Syarifudin MF turut menjadi saksi menjelaskan, kalau dirinya tidak tahu akan catatan aliran fee yang ditemukan penyidik kejaksaan saat melakukan penggeledahan di kediamannya.

Sebelumnya JPU Kejati Sumsel Jamiah Haryanti SH MH didampingi Azwar Hamid SH MH menanyakan kepada saksi tentang barang bukti tersebut.

“Saksi Syarifudin, kami memiliki barang bukti catatan yang ditemukan di rumah saksi disaat penggeledahan dilakukan. Pada catatan itu terdapat aliran uang diantara Rp2,5 miliar dan tertulis Sumsel 1," tegas JPU.

Saksi Syarifudin menegaskan, jika dirinya tidak tahu mengenai catatan tersebut.

Saksi malah menyebut nama Marwah M Diah selaku Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang mempunyai skenario.

“Semua ini skenarionya ada di Pak Marwah M Diah, dia Ketua Yayasan. Kemudian sepengatahuan saya, berhentinya pembangunan Masjid Sriwijaya karena Yayasan tidak sanggup membayar termin pekerjaan 4, 5 dan 6,” katanya.

Ahmad Nasuhi : Kok Ardani dan Ketua Yayasan Belum "Masuk"?

Turut menjadi saksi atas empat terdakwa, terpidana Ahmad Nasuhi mantan Plt Kabiro Kesra Pemprov Sumsel mengakui, memang diri yang membuat NPHD untuk pemberian dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya senilai Rp130 miliar dan diberikan kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya pada tahun 2015 dan 2017.

Menurutnya, dalam proses pembuatan NPHD, draf NPHD diberikan kepada Biro Hukum kemudian diperiksa dan ditandatangani Biro Hukum yang kala itu Kabironya adalah Ardani.

“Sudah nasib saya, dimana saya yang "masuk" tapi sampai saat ini Kepala Biro Hukum tersebut belum "masuk"," katanya.

Bukan hanya mempertanyakan Kabiro Hukum yang belum "masuk", ia juga bertanya terkait Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang hingga kini belum "masuk".

Saksi menjelaskan, dalam proses NPHD selain diperiksa oleh Kabiro Hukum dan ditandatangani Biro Hukum, dirinya selaku Plt Kabiro Kesra juga ikut tandatangan. Kemudian barulah NPHD ditandatangani Akhmad Najib selaku Asisten Kesra, lalu juga ditandatangani pihak yayasan yaitu Ketua Yayasan.

Ia pun mengungkapkan, jika dalam proses pemberian dana hibah Masjid Sriwijaya, memang tidak ada sama sekali proposal yang diajukan pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya. Hanya saja, saat dirinya menjabat Plt Kabiro Kesra, ada pengajuan pencairan dana hibah untuk pembangunan Masjid Sriwijaya dari BPKAD.

“Dalam berkas pencairan tersebut, ada disposisi setuju dari Gubernur saat itu. Kemudian berkas kami proses untuk dilakukan pencairan. Nah, dalam proses tersebut kami membuat NPHD tujuannya untuk mencairkan dana hibah Masjid Sriwijaya,” ungkapnya.

Bukan hanya membuat NPHD, ketika itu pihaknya juga membuat fakta integritas penerima dana hibah. Proses pembuatan fakta integritas tersebut, pihaknya juga berkonsultasi dengan Biro Hukum yang kala itu dijabat oleh Ardani. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Sumsel Maju
Maroko
Top