Musionline.co.id, Palembang - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya atas terdakwa mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Akex Noerdin dan mantan bendahara Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang, kali ini menghadirkan Laonma PL Tobing, Mukti Sulaiman, Ahmad Nasuhi dan Akhmad Najib di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (14/4/2022).
Diketahui, Laonma PL Tobing adalah mantan Kepala BPKAD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, pun sebagai terdakwa atas kasus yang sama. Mukti Sulaiman (telah divonis) tak lain mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel, Ahmad Nasuhi (telah divonis) mantan Kabiro Kesra Pemprov Sumsel dan Akhmad Najib (terdakwa) mantan Asisten Kesra Pemprov Sumsel.
Dilansir koransn.com, pada persidangan kali ini, sempat terjadi perdebatan antara terdakwa Alex Noerdin dan saksi Laonma PL Tobing sebelum dihentikan oleh Majelis Hakim.
Laonma PL Tobing : Saya Diperintah Alex Selaku Gubernur
Saksi Tobing menjelaskan, ia selaku kepala BPKAD kala itu mendapat perintah dari Alex Noerdin selaku Gubernur untuk menganggarkan dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya Rp100 miliar setiap tahunnya.
“Saat itu saya mendampingi Pak Alex Noerdin selaku Gubernur melakukan pertemuan dengan pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yakni Marwah M Diah dan Muddai Madang di Griya Agung. Pada saat itulah, saya diperintahkan oleh Pak Alex untuk menganggarkan dana hibah Masjid Sriwijaya sebesar Rp100 miliar setiap tahunnya,” ungkapnya
Nah, saat pernyataan yang dilontarkan saksi inilah, terdakwa Alex Noerdin mendebat keterangan yang disampaikan saksi.
“Pak Tobing, ini republik bukan kerajaan. Itu perintah atau permintaan?,” tanya Alex kepada saksi.
Dijawab Laonma PL Tobing, jika hal itu perintah.
“Saya anggap itu perintah ke saya,” tegas Tobing.
Kemudian Alex Noerdin menegaskan, jika yang disampaikannya tersebut tentunya harus dilakukan melalui proses.
“Ada proses yang harus dilalui dulu,” tegas Alex.
Namun perdebatan antara Alex Noerdin dan Laonma PL Tobing dilerai oleh Ketua Majelis Hakim Abdul Azis SH MH.
“Nanti kalau mau menjelaskan saat pemeriksaan terdakwa,” kata Hakim.
Kemudian Alex Noerdin meminta kepada Majelis Hakim untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada para saksi.
“Terimakasih para saksi yang sudah mendukung pembangunan Masjid Sriwijaya, terimakasih juga kepada Pak Laonma PL Tobing,” tutup Alex Noerdin.
Mukti Sulaiman : Anggarkan Dana Hibah Berdasarkan Paparan Kepala BPKAD dan Kepala Bappeda
Dipersidangan, saksi Mukti Sulaiman mengaku, selain menjabat sebagai Sekda dan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), juga sebagai Wakil Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
“Pada tahun 2016 menjelang pensiun saya menjabat Wakil Ketua Yayasan,” kata Mukti.
Kemudian Hakim Abdul Azis SH MH mempertanyakan, terkait tugas Mukti Sulaiman selaku Ketua TAPD yang menganggarkan dana hibah Masjid Sriwijaya dengan jabatan saksi yang juga Wakil Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
“Saksi saat itu belum pensiun dan masih menjabat Ketua TAPD. Ada tidak konflik kepentingan dari jabatan saksi selaku Ketua TAPD dan Wakil Ketua Yayasan terkait dana hibah Masjid Sriwijaya,” tanya Hakim
Dikatakan Mukti Sulaiman, jika tidak ada konflik kepentingan walaupun kala itu dirinya menjabat Sekda, Ketua TAPD, dan Wakil Ketua Yayasan Masjid Sriwijaya.
“Tidak apa konflik kepentingan Yang Mulia Majelis Hakim. Sebab jabatan saya menjadi wakil ketua yayasan disaat menjelang pensiun,” ungkap Mukti.
Pada sidang tersebut Mukti Sulaiman juga mengaku, jika terkait pemberian dana hibah dirinya menyatakan adanya proposal dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
“Awalnya saya mendengar tidak ada proposal itu, namun seiring menjalani persidangan proposal itu ada yakni proposal yang diajukan pada tahun 2011,” terangnya.
Saksipun mengungkapkan, ia selaku Sekda dan Ketua TAPD menganggarkan dana hibah untuk Masjid Sriwijaya, berdasarkan paparan dari Kepala BPKAD dan Kepala Bappeda Sumsel kala itu menyatakan, jika anggaran Pemprov Sumsel mampu untuk memberikan dana hibah guna pembangunan Masjid Sriwijaya.
“Karena itulah dana hibah Majid Sriwijaya tahun 2015 sebesar Rp50 miliar, dan Rp80 miliar tahun 2017 dianggarkan oleh TAPD,” jelasnya.
Sementara untuk hibah lahan, menurut saksi hibah lahan Masjid Sriwijaya dilakukan pada tahun 2012 dan saat itu belum ada sengketa dari warga.
“Lahan yang dihibahkan untuk Masjid Sriwijaya ini merupakan hasil reklamasi yang dibebaskan pada tahun1991 yang kemudian ditimbun sekitar tahun 1995. Untuk itulah lahan yang dijadikan masjid tersebut terdaftar di aset Pemprov Sumsel. Sedangkan terkait lahan tersebut aset Pemprov memang belum tentu ada sertifikatnya, yang ada hanya Hak Pakai,” tutupnya.
Ahmad Nasuhi : Kenapa Pihak Yayasan Belum Masuk Rutan
Hadir sebagai saksi, Ahmad Nasuhi merasa sedih melihat pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya belum masuk rumah tahanan (Rutan) Pakjo Palembang.
“Saya nangis, sampai saat ini pihak yayasan belum masuk. Padahal, sudah jelas NPHD 2015 ditandatangani pihak yayasan yakni Marzan Azis Iskandar, dan NPHD 2017 ditandatangani oleh Marwah M Diah. Kemudian dalam Permendagri Nomor 32 dan juga jelas dalam Pasal 3 pada NPHD, jika pihak kedua yaitu pihak yayasan sepenuhnya bertanggungjawab atas dana hibah yang diberikan untuk pembangunan Masjid Sriwijaya,” ungkapnya di sidang.
Menurutnya, dalam pakta integritas terkait NPHD juga disebutkan jika yang bertanggungjawab secara materil dan hukum terkait dana hibah adalah pihak penerima dana hibah.
“Dimana pihak penerima hibah ini merupakan pihak kedua, yakni pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya,” ungkapnya lagi.
Mendengar kesedihan yang diutarakan saksi di sidang, JPU Kejati Sumsel Azwar Hamid SH MH merespon dan berkata, sudah ada pihak yayasan dalam perkara ini yang ditetapkan menjadi tersangka, bahkan terbukti dan sudah divonis Hakim.
JPU : Pihak Yayasan Mayoritas Dari Pemprov Sumsel
Dilanjutkan JPU Kejati Azwar Hamid SH MH memberikan keterangan kepada saksi Ahmad Nasuhi, bahwa pihak yayasan dari panitia pembangunan Masjid Sriwijaya yang telah divonis dan menjalani hukuman di Rutan adalah Eddy Hermanto dan Sarifudin MF.
"Pihak yayasan, yakni dari Pantia Pembangunan Masjid Sriwijaya adalah Eddy Hermanto dan Sarifudin MF. Dalam yayasan ini kan banyak pihak Pemprov Sumsel yang dimasukan menjadi panitianya. Dan sejauh ini yang telah terbukti dalam persidangan melakukan dugaan pidana pada perkara tersebut yakni pihak panitia pembangunan, karena terdakwanya kan sudah divonis oleh Hakim Pengadilan Tipikor Palembang,” tegas JPU.
Akhmad Najib : Tandatangani NPHD Karena Mandat dari Alex Noerdin
Dalam persidangan, Akhmad Najib (terdakwa berkas terpisah) mengatakan, ia menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pemberian bantuan dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya tahun 2015 sebesar Rp50 miliar dan tahun 2017 sebesar Rp80 miliar.
“Saya menandatangani NPHD tersebut karena ada mandat dari Alex Noerdin selaku Gubernur Sumsel saat itu. Mandat itu berdasarkan SK Gubernur yang menunjuk pejabat untuk menandatangani NPHD,” katanya.
Menurutnya, sebelum menandatangi NPHD dirinya telah membaca dan mempelajari NPHD Masjid Sriwijaya.
“Dalam NPHD disebutkan jika pihak kedua, yakni Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya berkewajiban menyampaikan pertanggungjawaban dana hibah yang diberikan kepada Gubernur melalui BPKAD,” katanya lagi.
Saksi juga menjelaskan, pertanggungjawaban dana hibah tersebut, juga diatur dalam NPHD Pasal 5. Pasal itu menyebutkan, penerima dana hibah bertanggungjawab terkait keuangan dana hibah, termasuk pertanggungjawaban hukum.
Saksi Akhmad Najib mengakui, ia menandatangani NPHD dana hibah mewakili Pemprov Sumsel sebagai pemberi hibah kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya. Namun untuk hibah lahan pembangunan Masjid Sriwijaya, ia tidak mengetahuinya. Sebab, ia tidak menandatangani NPHD hibah lahan itu. (***)