Musi Online | Ini Alasan Komite Bank Sumsel Babel Setujui Kucurkan Kredit Rugikan Negara Rp13 Miliar
Home        Berita        Hukum Kriminal,Seputar Musi

Ini Alasan Komite Bank Sumsel Babel Setujui Kucurkan Kredit Rugikan Negara Rp13 Miliar

Musi Online
https://musionline.co.id 01 June 2022 @17:19 293 x dibaca
Ini Alasan Komite Bank Sumsel Babel Setujui Kucurkan Kredit Rugikan Negara Rp13 Miliar
Para saksi saat hadir dan memberikan keterangan di persidangan. (Foto : DedySN)

Musionline.co.id, Palembang - Sidang kasus dugaan korupsi kredit modal kerja di Bank Sumsel Babel (BSB) terhadap terdakwa Aran Haryadi selaku Pimpinan Divisi Kredit BSB dan terdakwa Asri Wisnu Wardana pegawai analis kredit BSB, rugikan negara Rp13 miliar lebih terus berlanjut di Pengadilan Tipikor Palembang.

Kemarin, giliran empat orang mantan petinggi BSB yang merupakan Komite BSB dihadirkan sebagai saksi untuk kedua terdakwa, Selasa (31/5/2022).

Dilansir koransn.com, mereka adalah Mertolihan saat dugaan kasus menjabat sebagai Direktur Operasional (Dirops) BSB sekaligus Ketua Komite B BSB. Johan Joni saat dugaan kasus menjabat sebagai Direktur Pemasaran Kredit BSB, Direktur Kepatuhan BSB Roji Ahnad Sabil dan Efendi Said selaku Sekretaris Komite B, juga menjabat sebagai bagian satuan resiko kredit BSB.

Dalam persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Efrata Happy Tarigan SH MH dengan Hakim Anggota Ardian Angga SH MH dan Iskandar Harun SH MH, para saksi dicecar terkait Komite B BSB menjadi pemutus pemberian kredit modal kerja ke PT Gatramas Internusa hingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp13 miliar lebih.

“Saksi Mertolihan selaku Direktur Operasional Bank Sumsel Babel yang juga Ketua Komite B Bank Sumsel Babel serta saksi Johan Joni Direktur Pemasaran Kredit di dalam pemberian kredit ini, saudara berdua kan yang menjadi pemutus pemberian kredit,” tanya Hakim kepada saksi Mertolihan dan Johan Joni.

Saksi Mertolihan dan Johan Joni mengakui, jika mereka yang memutuskan atau menyetujui pemberian kredit modal tersebut.

“Iya Yang Mulia Majelis Hakim, kami yang putuskan dalam rapat Komite B,” ujar saksi Mertolihan dan Johan Joni secara bergantian.

Hakimpun menanyakan alasan kedua saksi memberikan kredit modal kerja kepada PT Gatramas Internusa, hingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara.

Saksi Mertolihan menjelaskan, saat itu menjabat senagai Dirops BSB sekaligus Ketua Komite B BSB menyetujui pemberian kredit modal kerja karena proyek yang dikerjakan PT Gatramas Internusa merupakan proyek BUMN, yakni PT Pusri dan PT Rekayasa Industri (Rekind).

“Proyek yang dikerjakan PT Gatramas Internusa proyek BUMN, dari itulah soal pendanaan tidak diragukan lagi. Kemudian kami melihat PT Gatramas Internusa ini banyak pengalaman di proyek pengadaan, makanya kita berkeyakinan memberikan kredit itu,” katanya.

Diungkapkan saksi Mertolihan, bahkan pemberian kredit tersebut juga diikat dengan agunan yang dijaminkan oleh PT Gatarmas Internusa.

“Kemudian kami juga mengikat pembayaran PT Rekind terkait proyek pekerjaan kepada PT Gatramas Internusa di PT Pusri dibayar di rekening Bank Sumsel Babel. Kemudian disaat terjadi pembayaran tersebut, maka BSB dapat mendebit angsuran kredit PT Gatramas Internusa. Akan tetapi dalam perjalannya PT Gatramas Internusa ‘lari’ dari kita, dimana PT Gatramas Internusa mengalihkan rekening ke bank lain hingga mengakibatkan kredit yang diberikan macet. Kalau saja PT Gatramas Internusa tidak mengalihkan rekeningnya hingga pembayaran PT Rekind tetap dilakukan sesuai kesepakatan yakni di rekening BSB, maka tidak akan terjadi kredit macet ini,” katanya lagi.

Sementara saksi Johan Joni menjelaskan, saat itu menjabat Direktur Pemasaran Kredit BSB juga menjadi pemutus pemberian kredit ke PT Gatramas Internusa.

“Awalnya kredit modal kerja yang diajukan PT Gatarmas Internusa ini sekitar Rp50 miliar, namun yang kami setujui hanya Rp15 miliar dengan angunan tanah dan mesin top drive sistem yang ada di Bogor. Adapun pertimbangan kami, karena wajar jika PT Gatramas Internusa diberikan kredit sebesar Rp15 miliar tersebut,” ujarnya.

Diungkapkan saksi Johan Joni, namun setelah kredit diberikan, ternyata PT Gatramas Internusa karakternya tidak baik hingga mengakibatkan kredit macet.

“Terkait agunan yang dijaminkan sudah dilelang sebanyak dua kali tapi tidak laku dijual. Bahkan terkait agunan mesin yang dijaminkan ini tidak laku dilelang, karena saat itu kan mesinnya di Bogor dan waktunya sudah dua tahunan sehingga mesinnya rusak tak terawat hingga tidak laku-laku dalam lelang,” ujarnya lagi.

Kemudian saksi Roji Ahmad Sabil selaku Direktur Kepatuhan BSB mengatakan, kala itu dirinya tidak ikut dalam rapat Komite, namun dalam rapat tersebut ada pegawainya dari satuan kepatuhan yang mewakili dirinya.

“Kami dari Kepatuhan sudah menyampaikan jika adanya kekurangan dokumen persyaratan PT Gatramas Internusa selaku pengaju permohonan kredit modal kerja. Adapun dokumen yang kurang, diantaranya legalitas perusahan PT Gatramas Internusa tidak lengkap, hasil penilaian agunan dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) belum lengkap, kemudian kami meminta agar agunan yang dijaminkan PT Gatramas Internusa diikat dan dikuasai bank. Terkait kekurangan persyaratan menjadi tangung jawab bagian kredit untuk melengkapinya. Kami dari satuan kepatuhan tidak ada wewenang, sebab kami hanya menyampaikan opini terkait kekurangan persyaratan dokumen, itu saja. Kalau soal pemutus pemberian kredit itu ada pada Direktur Operasional dan Direktur Pemasaran yang diputuskan dalam rapat Komite B Bank Sumsel Babel,” tegasnya.

Sedangkan saksi Efendi Said Sekretaris Komite B, juga menjabat di bagian Satuan Resiko Kredit BSB mengatakan, sebagai Sekretaris Komite B hanya berperan pasif saat rapat komite digelar. Sebab, tugas sekretaris hanya mencatat notulen rapat saja.

“Jadi tugas saya hanya mencatat notulen rapat komite. Tapi terkait jabatan saya di Satuan Resiko Kredit Bank Sumsel, kami telah menyampaikan opini agar pemberian kredit dilakukan ansuransi tapi terkait menjalankan hal itu wewenang Divisi Kredit dan harusnya itu dipenuhi sebelum kredit diberikan. Jadi kami dari Satuan Resiko hanya memberikan rambu-rambu, misalnya ini loh yang harus dilakukan kalau mau memberikan kredit,” singkatnya.

Bantah Terima Fee

Di persidangan saksi Mertolihan dan Johan Joni membantah mendapatkan fee, terkait memutus atau menyetujui pemberian kredit modal kerja ke PT Gatramas Internusa hingga menyebabkan terjadinya kerugian negara Rp13 miliar lebih.

Ketika itu Hakim Ardian Angga SH MH bertanya, apakah kedua saksi mendapatkan uang fee hingga memutuskan menyetujui pemberian kredit kepada PT Gatramas Internusa, padahal persyaratan diajukan ada kekurangan.

“Tidak ada saya terima itu Pak. Saya selaku Komite B hanya memutus pemberian kredit saja, kalau proses pencairan bukan saya, ada bagian lainnya soal pencairannya Pak,” ungkap Mertolihan.

Sementara saksi Johan Joni mengatakan, dirinya yang saat itu menjabat Direktur Pemasaran Kredit BSB memang ikut memutus menyetujui pemberian kredit modal kerja ke PT Gatarmas Internusa dalam rapat Komite B.

“Tapi saya tidak terima uang dan apapun. Saya ini sudah kerja di tiga bank termasuk di BSB, selama bekerja saya tidak pernah menerima apapun dalam memeroses persetujuan kredit,” tegasnya.

Hakim : Jangan Lepas Tangan

Hakim Iskandar Harun SH MH lalu menegaskan terkait jabatan kedua saksi sebagai pimpinan di BSB.

“Saudara Mertolihan dan saudara Johan Joni, anda berdua ini Pimpinan, Direktur. Dalam proses pemberian kredit ini kan ada syarat kurang, tapi masih disetujui dan dicairkan. Harusnya saudara selaku pimpinan melakukan kontrol terkait syarat yang kurang apakah sudah dilengkapi PT Gatramas Internusa disaat kredit diberikan. Jadi saudara saksi ini seperti lepas tangan karena selaku pimpinan tidak melakukan kontrol,” tegasnya.

Kedua saksipun terdiam. Kemudian menyampaikan, jika yang seharusnya melengkapi kekurangan persyaratan adalah wewenang divisi kredit.

“Di Bank Sumsel ada SOP disetiap unit dan divisi. Jadi itu bukan wewenang kami lagi, namun wewenang divisi kredit,” kata kedua saksi bergantian menjawab pertanyaan Hakim.

Hakim kemudian menekankan soal wewenang jabatan pimpinan yang melekat di kedua saksi selaku Direktur Operasional dan Direktur Pemasaran Kredit BSB, terkait memberi keputusan persetujuan pemberian kredit yang terdapat kekurangan persyaratan.

“Saksi itu pimpinan, harusnya mengontrol syarat yang kurang, apakah sudah atau belum dilengkapi sebelum kredit diberikan. Sebab, kalau saksi tidak menyetujui pemberian kredit ini dalam rapat komite, maka tidak akan terjadi perkara ini. Apalagi, pemberian kredit ini tidak diasuransikan,” tegas Hakim lagi. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Sumsel Maju
Maroko
Top