Musionline.co.id, Jakarta - Kasus kematian Brigadir Polisi Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) mulai terkuak selangkah demi selangkah.
Setelah sebelumnya penyidik Timsus Bareskrim Polri menetapkan Bhayangkara Dua (Bharada) E dan Brigadir Kepala (Bripka) R sebagai tersangka.
Malam ini, terjadi penambahan tersangka lagi yang diumumkan langsung Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo didampingi para Pejabat Utama (PJU) Mabes Polri.
Kapolri dalam konferensi persnya menegaskan, kasus tersebut bukanlah tembak menembak.
"Saya ulangi, tidak ditemukan fakta tembak menembak seperti laporan awal," tegasnya, Selasa (9/8/2022) malam.
Kapolri melanjutkan, dari rangkaian pemeriksaam tim khusus (timsus), Polri menetapkan Irjen Ferdy Sambo mantan Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri sebagai tersangka karena otak pembunuhan Brigadir J.
"Timsus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan saudara J meninggal dunia, dilakukan saudara E atas perintah saudara FS," ujar Kapolri.
Sigit menjelaskan, setelah Bharada E menembak Brigadir J hingga tewas atas perintah Irjen Ferdy Sambo. Kemudian Irjen Ferdy Sambo melakukan penembakan beberapa kali ke dinding menggunakan senjata Brigadir J, tujuannya seolah telah terjadi peristiwa tembak menembak.
Menurutnya, apakah saudara FS terlibat langsung penembakan terhadap Brigadir J, masih didalami oleh penyidik.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Agus Adriyanto menjelaskan, untuk sementara ada total empat tersangka dalam kasus ini. Para tersangka dimaksud adalah Bharada E, R, K dan Ferdy Sambo.
Para tersangka dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Ancamannya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dan peran masing-masing, penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338, Juncto Pasal 55 dan 56 KUHP maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun," jelas Kabareskrim.
Lebih lanjut dijelaskan, Bharada E berperan menembak korban, R membantu dan menyaksikan penembakan korban. Lalu K turut membantu dan menyaksikan penembakan korban.
"Irjen Ferdy Sambo menyuruh melakukan dan membuat skenario peritiwa yang terjadi seolah-olah peristiwa tembak menembak di rumah dinas FS di Komplek Polri Duren 3," ungkapnya.
31 Personel Diduga Melanggar Kode Etik
Kemudian Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri sekaligus Kepala Timsus Komjen Pol Agung Budi Maryoto menambahkan, jika Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri telah melakukan pemeriksaan khusus kepada 56 anggota Polri. Dari 56 terdapat 31 personel diduga melanggar Kode Etik Profesional Polri (KEPP) terkait penanganan kasus meninggalnya Brigadir J.
Menurutnya, sebanyak 11 personel dilakukan penempatan khusus dan tiga orang Perwira Tinggi (Pati) ditempatkan di Mako Brimob Polri.
Ia merinci para pesonel Polri yang diduga melanggar kode etik terdiri dari dua personel Bareskrim Polri (satu Pamen dan satu Pama). Kemudian dari Div Propam sebanyak 21 Personel terdiri dari tiga orang Pati, delapan Pamen, Empat Pama, Empat Bintara dan dua orang Tamtama. Dari Polda Metro Jaya sebanyak tujuh personel, terdiri dari empat orang Pamen dan tiga orang Pama.
"Timsus akan melakukan pengkajian gabungan dengan Div Propam Polri terhadap personel-personel yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. Jika nanti ada unsur pidananya, juga akan kita limpahkan ke Bareskrim Polri. Namun jika kode etik maka Div Propam Polri akan melakukan sidang kode etik terhadap personel tersebut," ujarnya.
Ia menegaskan, kedepan Timsus akan terus melakukan pemeriksaan khusus terhadap personel-personel Polri yang patut diduga melakukan pelanggaran kode etik terkait penanganan meninggalnya Brigadir J di Komplek Polri Duren 3. (***)