Musi Online https://musionline.co.id 05 June 2025 @17:00 40 x dibaca 
Klaim Asuransi Kesehatan 2026: OJK Wajibkan Co-Payment 10 Persen, Ini Penjelasannya
Musionline.co.id, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan aturan baru terkait asuransi kesehatan yang akan berdampak langsung pada pemegang polis, tertanggung, dan peserta.
Dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 19 Mei 2025, OJK mewajibkan adanya skema co-payment atau pembagian risiko klaim, di mana peserta harus menanggung sendiri minimal 10 persen dari total klaim asuransi kesehatan yang diajukan.
Aturan ini mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026, dan menjadi tonggak penting dalam upaya pemerintah meningkatkan efisiensi, transparansi, serta menjaga keberlanjutan industri asuransi kesehatan di Indonesia.
Apa Itu Co-Payment dalam Asuransi Kesehatan?
Co-payment adalah skema pembagian risiko antara penyedia asuransi dan peserta.
Dalam konteks SEOJK 7/2025 ini, peserta diwajibkan menanggung sebagian biaya saat mengajukan klaim, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap.
Secara spesifik, ketentuan co-payment dalam SEOJK dijabarkan sebagai berikut:
Rawat jalan: peserta menanggung minimal 10% dari total klaim, dengan batas maksimum Rp 300.000 per klaim.
Rawat inap: peserta menanggung minimal 10% dari total klaim, dengan batas maksimum Rp 3 juta per klaim.
Jika perusahaan asuransi ingin menetapkan co-payment yang lebih tinggi, hal ini diperbolehkan asalkan disepakati bersama peserta dan tercantum secara jelas dalam polis asuransi.
Namun, OJK memberikan pengecualian untuk produk asuransi mikro, yang biasanya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
Produk jenis ini tetap bebas dari ketentuan co-payment guna memastikan keterjangkauan dan perlindungan yang maksimal bagi segmen rentan tersebut.
Ketentuan co-payment ini berlaku untuk dua jenis utama produk asuransi kesehatan:
Produk dengan prinsip ganti rugi (indemnity): yaitu penggantian biaya medis sesuai tagihan dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan, namun tetap mengikuti batas plafon yang tertulis dalam polis.
Produk managed care (layanan kesehatan terkelola): skema yang mengatur pelayanan kesehatan secara berjenjang, dimulai dari fasilitas dasar hingga spesialis.
Co-payment hanya diterapkan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.
Menurut pernyataan resmi yang disampaikan oleh Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan IKNB, Ogi Prastomiyono, penerapan co-payment ini memiliki beberapa tujuan utama, antara lain:
Mencegah moral hazard, yaitu kecenderungan peserta menggunakan asuransi secara tidak bijaksana karena merasa seluruh biaya ditanggung.
Menghindari overutilization (penggunaan berlebihan) layanan kesehatan.
Menekan dampak inflasi medis yang saat ini tumbuh lebih tinggi dibanding inflasi umum.
Meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan sistem asuransi, agar premi tetap terjangkau.
Mendorong pengelolaan risiko yang lebih profesional oleh perusahaan asuransi.
"Efisiensi ini diharapkan dapat memitigasi dampak dari inflasi medis dalam jangka panjang. Dengan demikian, biaya kesehatan masih dapat dibiayai bersama melalui skema penjaminan nasional maupun asuransi komersial," tegas Ogi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK pada Senin, 2 Juni 2025.
Tidak Boleh Lagi Ada Produk Asuransi Tanpa Co-Payment
Salah satu poin penting dalam SEOJK adalah larangan penerbitan produk asuransi kesehatan tanpa skema co-payment.
Artinya, seluruh produk baru yang diluncurkan setelah SEOJK berlaku wajib mencantumkan mekanisme co-payment dalam struktur manfaatnya.
Namun demikian, perusahaan asuransi diberikan fleksibilitas untuk menyediakan beragam pilihan co-payment, agar peserta dapat menyesuaikan dengan kemampuan finansial dan kebutuhan kesehatannya.
Untuk menjaga keberlanjutan kontrak yang sudah ada, OJK memberikan masa transisi:
Polis yang telah berjalan sebelum SEOJK diterbitkan akan tetap berlaku sampai masa pertanggungannya berakhir.
Untuk produk yang memiliki skema perpanjangan otomatis (renewable term) dan telah dilaporkan atau disetujui OJK sebelum 1 Januari 2026, maka penyesuaian harus dilakukan paling lambat pada 31 Desember 2026.
Hal ini memberikan waktu yang cukup bagi perusahaan asuransi dan peserta untuk melakukan penyesuaian, baik secara kontrak maupun dalam hal pengelolaan dana dan manfaat.
Efek Langsung ke Nasabah dan Industri
Penerapan co-payment 10% tentu akan berdampak langsung kepada peserta. Bagi sebagian nasabah, hal ini mungkin dirasakan sebagai penambahan beban.
Namun, dari sisi industri, kebijakan ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutan layanan kesehatan jangka panjang dan menumbuhkan kesadaran finansial masyarakat terhadap pentingnya efisiensi dalam menggunakan manfaat asuransi.
Secara keseluruhan, kebijakan ini dinilai mampu:
Menjaga stabilitas keuangan perusahaan asuransi.
Menekan lonjakan klaim yang tidak wajar.
Menghindari praktik klaim berlebihan yang merugikan sistem.
Meningkatkan edukasi masyarakat tentang manfaat dan batasan produk asuransi.
Beberapa pelaku industri menyambut positif aturan ini. Mereka menilai, dengan pembagian risiko yang lebih proporsional, industri asuransi akan lebih sehat, premi akan lebih kompetitif, dan layanan kesehatan menjadi lebih terarah.
"Kami menyambut baik regulasi baru ini karena memberikan arah yang jelas bagi pengembangan produk asuransi yang lebih berkelanjutan," ujar salah satu eksekutif perusahaan asuransi swasta dalam wawancara singkat dengan media.
Namun demikian, tantangan tetap ada, khususnya dalam edukasi kepada masyarakat yang belum terbiasa dengan konsep co-payment.
Ada risiko miskomunikasi yang dapat memicu kekecewaan saat klaim diajukan.
Untuk itu, OJK juga mengimbau seluruh perusahaan asuransi untuk memperkuat komunikasi dan literasi finansial kepada para peserta.
Pemahaman yang baik tentang isi polis, batas manfaat, dan tanggung jawab peserta sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari.
Dengan diberlakukannya SEOJK Nomor 7 Tahun 2025, OJK ingin menciptakan sistem asuransi kesehatan yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan.
Co-payment 10% menjadi alat penting untuk mengurangi penyalahgunaan layanan, menekan inflasi biaya kesehatan, dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan risiko secara bersama.
Kebijakan ini bukan sekadar menambah beban peserta, melainkan bagian dari transformasi menuju sistem jaminan kesehatan yang lebih tangguh dan adaptif di masa depan.
Peran aktif semua pihak — OJK, industri asuransi, serta masyarakat — sangat dibutuhkan untuk mensukseskan implementasi kebijakan ini. (***)
0 Komentar