Musi Online https://musionline.co.id 05 June 2025 @17:20 15 x dibaca 
Putusan Final dan Tak Bisa Diganggu Gugat: MK Tolak Batas Usia Capres-Cawapres.
Musionline.co.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi telah menolak dua permohonan pengujian konstitusional terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Penolakan ini menegaskan bahwa putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat diganggu gugat.
Sidang pengucapan putusan tersebut digelar pada Selasa, 3 Juni 2025, dengan menghadirkan dua perkara sekaligus, yaitu Perkara Nomor 154/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 159/PUU-XXI/2023.
Kedua perkara tersebut diajukan oleh pihak yang berbeda namun memiliki inti persoalan yang sama, yakni keberatan atas batas minimal usia capres dan cawapres.
Dua Gugatan Ditolak, MK Tegas Pertahankan Batas Usia 40 Tahun
Dalam Perkara Nomor 154/PUU-XXI/2023, permohonan diajukan oleh dua dosen dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, yaitu Russel Butarbutar dan Utami Yustihasana Untoro.
Sementara dalam Perkara Nomor 159/PUU-XXI/2023, pemohon adalah seorang warga negara bernama Yuliantoro.
Mereka mempersoalkan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa usia minimum capres dan cawapres adalah 40 tahun.
Para pemohon merasa bahwa batas usia ini diskriminatif dan tidak mengakomodasi sejumlah jabatan publik lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Namun, Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Hal ini ditegaskan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, yang menyatakan bahwa ketentuan batas usia tersebut tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, independensi kekuasaan kehakiman, dan prinsip hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (4), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 Dinilai Final dan Mengikat
Dalam amar putusannya, Mahkamah menegaskan bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sebelumnya telah ditetapkan tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat (binding), dan tidak memerlukan reinterpretasi baru.
"Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan karenanya permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Enny.
Putusan tersebut juga menyerahkan kewenangan lebih lanjut kepada pembentuk undang-undang (yakni DPR dan pemerintah) untuk menyesuaikan atau memperinci persyaratan usia calon presiden dan/atau wakil presiden dalam konteks jabatan publik yang dipilih melalui pemilihan umum.
Isu Sentral: Jabatan Wakil Kepala Daerah Tak Diakomodasi?
Salah satu argumentasi utama dari para pemohon, khususnya dalam Perkara 159/PUU-XXI/2023, adalah bahwa jabatan seperti wakil gubernur, wakil bupati, wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, tidak diakomodasi dalam pemaknaan baru tentang jabatan publik yang setara dengan syarat usia 40 tahun.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menanggapi dalil ini dengan menyatakan bahwa Mahkamah dalam Putusan Nomor 141/PUU-XXI/2023 telah menjabarkan tiga isu pokok terkait batas usia capres-cawapres:
Usulan untuk menurunkan batas usia capres-cawapres menjadi di bawah 40 tahun.
Penyamaan syarat usia dengan jabatan publik yang pernah atau sedang dijabat oleh seseorang.
Penyamaan usia minimum 40 tahun dengan jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk Pilkada.
Ridwan menambahkan bahwa persepsi para pemohon terhadap tidak diakomodasinya jabatan wakil kepala daerah adalah penafsiran yang tidak komprehensif terhadap putusan MK.
Sebab, meskipun UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebutkan wakil kepala daerah, namun dalam praktik dan peraturan perundang-undangan, jabatan tersebut diakui secara yuridis sebagai bagian dari kepala daerah.
Mahkamah Tegas: Tidak Ada Diskriminasi dan Pelanggaran HAM
Mahkamah juga membantah bahwa ketentuan batas usia ini merupakan bentuk diskriminasi atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa penetapan usia minimum 40 tahun merupakan bentuk pengaturan administratif yang sah, dan telah sesuai dengan prinsip kebijaksanaan pembentuk undang-undang.
Putusan MK secara eksplisit menyatakan bahwa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih melalui pemilu telah masuk dalam cakupan pemaknaan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dengan demikian, keberatan pemohon tidak memiliki landasan konstitusional yang cukup kuat.
Putusan MK Perkuat Stabilitas Hukum Pemilu 2024
Dengan adanya penegasan kembali dari Mahkamah ini, maka syarat usia capres dan cawapres jelas tidak berubah untuk Pemilu 2024 dan pemilu-pemilu selanjutnya, kecuali ada perubahan oleh legislator melalui mekanisme revisi undang-undang.
Keputusan ini mempertegas kepastian hukum menjelang tahapan krusial pemilihan presiden dan wakil presiden.
Ketua MK Suhartoyo pun menutup sidang dengan pembacaan amar putusan:
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.”
Putusan ini mendapat tanggapan beragam dari kalangan masyarakat dan pengamat politik.
Sebagian besar pengamat menilai bahwa MK telah konsisten menjaga prinsip konstitusionalitas dan kehati-hatian, mengingat posisi capres dan cawapres sebagai pemimpin nasional yang membutuhkan pengalaman, kedewasaan, dan rekam jejak publik yang memadai.
Sementara itu, sebagian pihak yang berharap pada keterbukaan politik terhadap generasi muda merasa kecewa karena peluang bagi tokoh-tokoh muda potensial masih terbatas oleh syarat usia.
Namun secara umum, para pakar hukum tata negara menilai bahwa putusan ini harus dihormati, karena telah melalui proses hukum yang terbuka, adil, dan argumentatif.
Dengan putusan terbaru ini, Mahkamah Konstitusi telah memberikan sinyal kuat kepada masyarakat dan para elite politik bahwa aturan main pemilu tidak bisa diubah secara tiba-tiba melalui judicial review tanpa dasar yang kuat.
Kini, fokus bangsa seharusnya beralih dari polemik syarat usia ke substansi utama, yakni bagaimana menyiapkan pemimpin nasional yang kompeten, jujur, berintegritas, dan mampu menjawab tantangan zaman. (***)
0 Komentar