Musionline.co.id, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan, dua tersangka itu adalah A Yaniarsyah Hasan (AYH) selaku Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) periode 2009, juga merangkap sebagai Direktur PT PDPDE Gas sejak 2009 dan Direktur Utama (Dirut) PDPDE Sumsel sejak 2014. Kemudian Caca Isa Saleh S (CISS) selaku Dirut PDPDE Sumsel 2008, juga merangkap sebagai Dirut PT PDPDE Gas sejak 2010.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung dilakukan penahanan oleh penyidik Kejagung sejak kemarin hingga 27 September 2021. Tersangka CISS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung dan tersangka AYH ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel.
“Kedua tersangka langsung kita lakukan penahanan di Rutan Salemba,” ungkap Leonard dalam konferensi pers secara daring, Rabu (8/9/2021).
Dilanjutkan, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurutnya, penyidik juga menyita sejumlah dokumen guna memperkuat tindak pidana yang dilakukan kedua tersangka. Diketahui jika kedua tersangka menggunakan modus perjanjian untuk meraup keuntungan.
“Penyidik terus mendalami keterlibatan pihak lain daln kasus ini,” tegasnya.
Untuk diketahui, kasus ini berawal dari perjanjian jual beli gas bagian Negara dari J.O.B. PT Pertamina, Talisman Ltd, Pacific Oil and Gas Ltd, Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel.
Hak jual ini merupakan participating interest PHE 50 persen, Talisman 25 persen dan Pacific Oil 25 persen, diberikan dalam rangka guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov Sumsel.
Namun, PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana. PDPDE Sumsel kemudian bekerja sama dengan investor swasta, PT DKLN dan membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk DKLN.
Pada praktiknya, disebut bukan Pemprov Sumsel yang menikmati hasil, tapi PT PDPDE Gas yang merupakan rekanan diduga telah menerima keuntungan fantastis selama periode 2011-2019.
PDPDE Sumsel yang mewakili Pemprov Sumsel disebut hanya menerima total pendapatan kurang lebih Rp38 miliar dan dipotong utang saham Rp8 miliar. Bersihnya kurang lebih Rp30 miliar selama sembilan tahun.
Sebaliknya, PT PDPDE Gas mendapatkan banyak keuntungan dari penjualan gas bagian negara ini. Diduga selama kurun waktu delapan tahun, pendapatan kotor sekitar Rp977 miliar, dipotong dengan biaya operasional, bersihnya kurang lebih Rp711 miliar.
"Dari penyimpangan tersebut, mengakibatkan kerugian negara berdasarkan hitungan ahli BPK yaitu sebesar USD 30.194.452.79 berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai 2019, seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel. Selain itu, juga ada kerugian negara senilai USD 63.750 dan Rp 2,13 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel,” tutup Leonard. (***)