Musionline.co.id, Palembang - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) M Naimullah SH MH menegaskan, dalam dugaan kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya khususnya proses penganggaran, sedari awal sudah bermasalah.
Penegasan ini, dikatakan JPU usai sidang terdakwa dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya untuk Mantan Sekda Sumsel Mukti Sulaiman dan Mantan Plt Kabiro Kesra Sumsel Ahmad Nasuhi di Pengadilan Tipikor, Palembang, Senin (1/11/2021).
“Di persidangan kita menghadirkan saksi Laonma PL Tobing yang saat itu menjabat sebagai Kepala BPKAD Sumsel. Terungkap dari keterangan saksi, memang sejak awal proses penganggaran di BPKAD sudah bermasalah, termasuk proses pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya tersebut,” ungkapnya.
Dijelaskannya, bahkan saat di TAPD terdakwa Mukti Sulaiman selaku Ketua TAPD dan juga Sekda tidak melakukan pembahasan soal pengaggaran dana hibah untuk pembangunan Masjid Sriwijaya. Kemudian Ahmad Nasuhi selaku Plt Kepala Biro Kesra Sumsel tidak melakukan verifikasi usulan dana hibah Masjid Sriwijaya.
Dipersidangan, JPU juga menghadirkan Bambang E Marsono yang saat dugaan kasus ini terjadi menjabat sebagai Direktur PT Brantas Abipraya.
JPU mengungkapkan, di persidangan terungkap fakta jika Rp109 miliar yang masuk ke rekening PT Brantas Abipraya pusat tidak ada pertanggungjawabannya. Selain itu keterangan dari saksi Bambang jelas jika ada aliran dari kantor pusat ke rekening Yudi Arminto (terdakwa berkas terpisah) selaku Project Manager PT Brantas Abipraya-PT Yodya sebesar Rp28 miliar dan ke rekening Dwi Kridayani (terdakwa berkas terpisah) selaku Kepala Divisi I PT Brantas Abipraya yang dalam proyek Masjid Sriwijaya menjabat sebagai KSO sebesar Rp2,5 miliar.
Tobing : Hanya Jalankan Perintah dan Disposisi Gubernur
Dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi, Laonma PL Tobing mantan Kepala BPKAD Sumsel yang juga merupakan tersangka dalam kasus sama mengatakan, dirinya yang melakukan penganggaran dan pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya tahun 2015 dan tahun 2017.
Menurutnya, penganggaran dan pencairan dana hibah Masjid Sriwijaya dilakukannya karena dirinya yang kala itu menjabat sebagai Kepala BPKAD menjalankan perintah.
"Saya saat itu Kepala BPKAD Sumsel hanya menjalankan perintah untuk menganggarkan dan mencairkan, ada disposisi dari Gubernur saat itu Alex Noerdin. Pun ada permohonan permintaan pencairan dana hibah yang diajukan Ahmad Nasuhi selaku Plt Kabiro Kesra ketika itu," ungkapnya di persidangan.
Dijelaskannya, kala itu mendapatkan perintah secara lisan untuk setiap tahun menganggarkan dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya.
Oleh karenanya, setiap tahun dianggarkan Rp100 miliar. Dimana dalam penganggaran, semua dokumen diserahkan dan ditampung pada dirinya. Kemudian dirinya menyampaikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai Mukti Sulaiman melalui Bappeda. Setelah itu, barulah TAPD memastikan dana hibah Masjid Sriwijaya masuk skala prioritas dan disampaikan kepada Gubernur.
Lebih lanjut diungkapkan, kemudian Gubernur yang menyampaikan terkait dana hibah Masjid Sriwijaya itu ke Banggar DPRD hingga disetujui di DPRD Sumsel.
Dari tahapan penganggaran, dana hibah Masjid Sriwijaya tahun 2015 dan 2017 yang awalnya setiap tahun dianggarkan Rp100 miliar, ketika dilakukan skala prioritas di TAPD terjadi penurunan, yang mana tahun 2015 yakni sebesar Rp50 miliar dan tahun 2017 Rp80 miliar.
Sementara terkait verifikasi usulan pemberian dana hibah Masjid Sriwijaya, Tobing menjelaskan kalau itu bukanlah ranah dirinya selaku BPKAD. Itu merupakan ranah dari Biro Kesra selaku Satker terkait.
Kembali diungkapkan Tobing, terkait proses pencairan dana hibah, dilakukan dengan cara mentransfer ke rekening Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
Nah, terungkap pula kalau belum ada pertangggungjawaban terkait dana hibah dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang diterima Tobing hingga sekarang.
Tobing menjelaskan, seharusnya dalam proses mesti ada proposal, kemudian diverifikasi oleh dinas terkait sesuai aturan Permendagri. Namun, karena dirinya menjalankan perintah dan adanya disposisi, maka ia menganggarkan dan mencairkan dana hibah itu.
Bambang : Tidak Tahu, Bukan Wewenang Saya
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Brantas Abipraya Bambang E Marsono, juga dihadirkan sebagai saksi dipersidangan tersebut. Namun saksi ini selalu berkelit dibalik kata tidak tahu.
Saat Hakim Abu Hanifah SH MH bertanya kepada saksi terkait dana yang digunakan untuk pembangunan Masjid Sriwijaya bersumber dari APBD, maka dalam pengadaan barang dan jasa harus berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres).
Saksi menegaskan, jika ia tidak mengetahuinya dan tidak sampai kesana.
Tentu saja jawaban saksi membuat hakim sedikit berang. Padahal saksi adalah Direktur Utama, namun tidak tahu Perpres.
"Saksi ini Direktur Utama, Perpres ini aturan dan wajib dipatuhi karena ada konsekuensi hukumnya. Bapak ini Dirut, masa tidak tahu," tegas Hakim.
Saat ditanyakan soal dana Rp109 miliar yang masuk ke kantor pusat PT Brantas Abipraya.
Bambang mengakui, kala itu ada uang masuk dari proyek pembangunan Masjid Sriwijaya senilai Rp109 miliar. Rp103 miliar ditransfer kembali rekening operasional proyek yang ada di Yudi Arminto selaku Project Manager PT Brantas Abipraya-PT Yodya Karya untuk pembangunan Masjid Sriwijaya (terdakwa berkas terpisah).
Namun, Bambang berkilah kalau komandan yang mentransfer uang tersebut adalah Direktur Keuangan, saat itu dijabat Syarifudin bukan dirinya.
Jawaban saksi kembali membuat hakim berang.
“Saksi ini kan Dirut, masa tidak tahu dan tidak ikut tanda tangan. Itu uang masuknya ke rekening kantor pusat," tegas hakim lagi.
Saksi kembali berkilah, jika untuk pembangunan Masjid Sriwijaya, ia telah menunjuk kuasa kepada Dwi Kridayani sebagai KSO.
Menurutnya, Dwi Kridayani yang mengetahui soal proyek pembangunan Masjid Sriwijaya karena melakukan penandatanganan kontrak. Bahkan membuka rekening KSO dan rekening operasional proyek.
JPU pun menanyakan soal pertanggungjawaban uang Rp109 miliar yang masuk ke rekening pusat PT Brantas Abipraya.
Saksi Bambang selaku Dirut PT Brantas Abipraya mengakui, kalau pertanggungjawaban uang tersebut belum ada.
JPU mencecar saksi Bambang soal aliran dana yang keluar dari rekening PT Brantas Abipraya, terdapat kesamaan tanggal dan jumlah nilainya dengan bukti catatan aliran fee yang ditemukan dari hasil penggeledahan di rumah Syarifudin MF selaku Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya (terdakwa berkas terpisah).
Lagi-lagi saksi Bambang berkilah, jika ia tidak tahu. Dikatakannya, masalah keuangan merupakan wewenang Direktur Keuangan, sementara pekerjaan lapangan merupakan wewenang Dwi Kridayani selaku Kepala Divisi I PT Brantas Abipraya. (***)