Musi Online | LBH Muhammadiyah Dukung Kejaksaan Agung Usut Dugaan Suap dan Gratifikasi Pagar Laut: Itu Kekayaan Negara, Harus Ditindak Tegas
Korpri
Home        Berita        Nasional

LBH Muhammadiyah Dukung Kejaksaan Agung Usut Dugaan Suap dan Gratifikasi Pagar Laut: Itu Kekayaan Negara, Harus Ditindak Tegas

Musi Online
https://musionline.co.id 15 May 2025 @19:16
LBH Muhammadiyah Dukung Kejaksaan Agung Usut Dugaan Suap dan Gratifikasi Pagar Laut: Itu Kekayaan Negara, Harus Ditindak Tegas
LBH Muhammadiyah Dukung Kejaksaan Agung Usut Dugaan Suap dan Gratifikasi Pagar Laut: Itu Kekayaan Negara, Harus Ditindak Tegas.

Musionline.co.id, Jakarta - Langkah tegas Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani dugaan kasus suap dan gratifikasi terkait proyek pagar laut mendapat dukungan dari berbagai pihak. 
Salah satu dukungan datang dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LBH AP PP Muhammadiyah), yang menegaskan bahwa pengusutan kasus tersebut merupakan bentuk keberpihakan terhadap kepentingan negara dan keadilan hukum.
Sekretaris LBH AP PP Muhammadiyah, Ikhwan Fahrojih, menyampaikan bahwa tindakan Kejaksaan Agung memberikan petunjuk kepada penyidik Polri untuk menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus ini merupakan langkah tepat yang patut diapresiasi.
“Saya setuju dan mendukung Kejagung. Laut yang disertifikatkan dengan cara melawan hukum dan/atau menyalahgunakan wewenang adalah bagian dari kekayaan negara. Maka tindakan itu jelas merugikan keuangan negara dan harus ditindak dengan UU Tipikor,” ujar Ikhwan kepada wartawan, Rabu (15/05/2025).
Sertifikat Laut dan Dugaan Pelanggaran Hukum
Kasus ini bermula dari dugaan adanya sertifikasi wilayah laut secara ilegal atau menyimpang, yang menimbulkan kerugian keuangan negara. 
Menurut informasi yang beredar, wilayah laut yang semestinya menjadi kekayaan negara, justru disertifikatkan dan dikuasai oleh pihak tertentu demi keuntungan pribadi.
Praktik semacam ini tidak hanya melanggar hukum tata ruang dan perizinan, tetapi juga berpotensi sebagai bentuk tindak pidana korupsi, karena terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang, suap, hingga gratifikasi dalam proses administrasi pertanahan di kawasan laut.
Menurut Ikhwan, dalam ranah hukum pidana, unsur kerugian negara akibat penyalahgunaan kekuasaan atas wilayah laut sangat jelas terlihat. 
Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dijerat dengan pidana korupsi.
Kekayaan Negara yang Harus Dilindungi
Dalam pernyataannya, Ikhwan juga menjelaskan bahwa kekayaan negara memiliki dua bentuk utama, yaitu:
Barang milik negara dan kekayaan negara yang dipisahkan, seperti aset yang dimiliki oleh kementerian, lembaga, atau BUMN.
Kekayaan sumber daya alam (SDA) yang dikuasai negara, termasuk wilayah laut, hutan, tambang, dan lainnya.
Wilayah laut, menurut Ikhwan, adalah bagian integral dari kekayaan negara yang diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, di mana negara memiliki kedaulatan dan kewenangan atas zona perairan nasional.
“Negara melalui pemerintah pusat memiliki hak eksklusif dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut. Maka, ketika wilayah tersebut disertifikatkan oleh oknum secara ilegal, itu bentuk nyata dari penggelapan aset negara,” jelasnya.
Kewajiban Penyidik Mengikuti Petunjuk Jaksa
Ikhwan menyoroti pentingnya koordinasi antara aparat penegak hukum, khususnya antara penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU), dalam penanganan kasus ini. 
Berdasarkan Pasal 110 Ayat (3) KUHAP, petunjuk dari JPU bersifat mengikat dan harus dijalankan oleh penyidik.
“Jika penyidik tetap bersikukuh tidak mengikuti petunjuk jaksa, maka seharusnya penyidik membuka ruang bagi jaksa untuk melakukan pemeriksaan tambahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf e UU Kejaksaan,” tegasnya.
Hal ini penting untuk memastikan adanya sinergi antar institusi hukum, dan bukan malah mempertontonkan ego sektoral yang justru dapat menghambat keadilan.
Transparansi dan Akuntabilitas Harus Ditegakkan
LBH AP PP Muhammadiyah juga menekankan bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara harus menjadi prinsip utama, terlebih jika menyangkut wilayah laut yang sangat rawan terjadi konflik kepentingan antara negara dan swasta.
Menurut Ikhwan, semua pihak harus menyadari bahwa laut bukan hanya ruang geografis, tetapi juga memiliki nilai ekonomi, sosial, budaya, dan strategis bagi keberlangsungan bangsa. 
Apalagi dalam konteks geopolitik Indonesia sebagai negara maritim.
“Proses penegakan hukum harus melampaui aspek teknis hukum, dan masuk ke dalam wilayah etika serta moralitas publik. Jika ada aparat atau pejabat negara yang terlibat, mereka harus diadili sesuai hukum yang berlaku,” ungkapnya.
Muhammadiyah Desak Kasus Ini Tidak Diredam
Muhammadiyah melalui LBH AP juga menyerukan agar kasus pagar laut ini tidak dipolitisasi atau diredam karena menyentuh kepentingan elite tertentu. 
Pihaknya mengingatkan bahwa praktik suap dan korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diberantas tanpa pandang bulu.
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia. Harus ada keberanian dari para penegak hukum untuk menuntaskan perkara ini hingga ke akar-akarnya. Jika perlu, KPK bisa turun tangan,” kata Ikhwan.
Dorongan untuk Audit dan Evaluasi Sertifikasi Laut
Kasus ini juga membuka tabir tentang perlunya dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh proses sertifikasi lahan, termasuk wilayah pesisir dan laut. 
LBH AP PP Muhammadiyah mendesak pemerintah agar:
Melakukan audit hukum dan administratif atas semua sertifikasi laut dan pesisir sejak 10 tahun terakhir.
Mengkaji ulang regulasi yang membuka celah penyimpangan terhadap wilayah kelautan.
Menghapus dan membatalkan sertifikat yang diterbitkan secara ilegal di atas kawasan laut.
Ikhwan menambahkan bahwa masalah sertifikasi laut bukan hanya terjadi di satu wilayah, tetapi berpotensi tersebar di berbagai daerah pesisir Indonesia.
“Ini bukan soal satu-dua kasus, tapi soal sistem yang harus diperbaiki. Kalau tidak ditangani serius, akan menjadi bom waktu yang merugikan negara,” tandasnya.
Harapan Akan Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Sebagai bagian dari organisasi masyarakat sipil, Muhammadiyah mengingatkan bahwa penegakan hukum bukan hanya soal menangkap pelaku, tapi juga memperbaiki sistem agar kejahatan serupa tidak terulang. 
Mereka berharap langkah Kejagung ini menjadi pembuka jalan bagi reformasi sistem pengelolaan wilayah laut Indonesia.
LBH AP PP Muhammadiyah juga siap untuk memberikan pendampingan hukum jika diperlukan oleh masyarakat terdampak atau whistleblower yang ingin melaporkan kejanggalan dalam sertifikasi wilayah laut di daerah masing-masing. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Maroko
Top