Musi Online https://musionline.co.id 05 July 2025 @20:47 24 x dibaca 
Menko Yusril Ihza Mahendra Tanggapi Putusan MK Soal Pemilu Terpisah: Implikasinya Sangat Mendasar.
Musionline.co.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, HAM, dan Imigrasi (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra akhirnya angkat bicara menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dengan pemilu daerah.
Menurutnya, keputusan tersebut menimbulkan konsekuensi serius, terutama terkait masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Seperti diketahui, MK dalam putusannya Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan bahwa pemilu legislatif daerah serta pemilihan kepala daerah akan digelar dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pemilu nasional selesai.
Selesainya pemilu nasional ditandai dengan pelantikan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden terpilih.
Yusril menilai, putusan ini harus direspons dengan sangat hati-hati karena dapat menabrak konstitusi.
“Pasal 22E UUD 1945 jelas menegaskan anggota DPRD dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali. Kalau masa jabatan mereka diperpanjang dua sampai dua setengah tahun, lalu dasar hukumnya apa? Ini bisa berbenturan langsung dengan konstitusi dan undang-undang,” ujar Yusril dalam keterangannya, Sabtu (5/7/2025).
Atas dasar itu, Yusril memandang pembentukan tim internal pemerintah pasca putusan MK ini menjadi hal yang mendesak.
Tim tersebut nantinya akan mengkaji secara komprehensif implikasi hukum maupun politik dari keputusan MK tersebut.
“Karena itu, Mendagri Tito Karnavian akan segera berdiskusi dengan Menko Polhukam Budi Gunawan dan saya. Kita akan menyamakan pandangan, supaya nanti dilaporkan ke Presiden dalam satu napas,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Yusril menyinggung bahwa rakyat Indonesia baru satu kali menjalani pemilu serentak, yakni pada 2019.
Saat itu MK memutuskan pemilu legislatif dan pemilu presiden disatukan.
Namun kini, lewat putusan terbaru, MK kembali memisahkannya, sehingga rakyat harus bersiap mengikuti dua kali pemilu dengan jeda cukup panjang antara nasional dan lokal.
Tak hanya rakyat, Yusril juga menyoroti tantangan berat bagi partai politik.
Menurutnya, partai akan menghadapi tekanan besar dalam mempersiapkan kader untuk dua kali pemilu legislatif — pusat dan daerah — yang jaraknya cukup jauh.
Selain membutuhkan waktu panjang, hal ini juga akan menguras logistik dan biaya politik yang tidak sedikit.
Meski demikian, Yusril menegaskan bahwa sebagai negara hukum, putusan MK bersifat final dan mengikat. Pemerintah dan DPR mau tidak mau harus menindaklanjutinya.
“Ini berarti kita harus segera memperbaharui UU Pemilu, menyesuaikan peraturan pelaksana, menyediakan anggaran, sampai mempersiapkan tahapan penyelenggaraan pemilunya sendiri,” tegasnya.
Sementara itu, dalam pertimbangan hukumnya, MK menilai pemilu yang diselenggarakan berdekatan antara nasional dan daerah selama ini justru memicu pragmatisme politik.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut parpol dipaksa menyiapkan ribuan kader sekaligus dalam waktu singkat, mulai untuk DPR, DPD, presiden/wakil presiden hingga DPRD provinsi, kabupaten/kota, serta pilkada gubernur, bupati, wali kota.
“Dalam kondisi seperti itu, parpol mudah terjebak pada pragmatisme elektoral ketimbang menjaga idealisme maupun ideologi partai,” ujar Arief saat membacakan putusan MK di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Dengan situasi ini, wacana revisi UU Pemilu hingga potensi perubahan peta politik nasional maupun daerah menjadi tidak terhindarkan. Publik kini menanti langkah konkret pemerintah bersama DPR untuk memastikan penyelenggaraan pemilu mendatang berjalan sesuai konstitusi, sekaligus tetap menjaga kualitas demokrasi Indonesia. (***)
0 Komentar