Musi Online https://musionline.co.id 21 May 2025 @19:35 64 x dibaca 
Irjen Pol Muhammad Iqbal Harus Pilih Mundur dari Polri atau Jabatan Sekjen DPD RI: Ini Kata Direktur Lima Indonesia.
Musionline.co.id, Jakarta - Kontroversi pelantikan Irjen Pol Muhammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Sekjen DPD RI) memunculkan kritik keras dari berbagai kalangan.
Salah satu yang paling vokal menyuarakan keberatannya adalah Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti.
Dalam pernyataan tegas yang disampaikan pada Selasa (20/05/2025), Ray menilai Irjen Pol Muhammad Iqbal telah melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Khususnya Pasal 28, yang secara eksplisit melarang anggota aktif Polri untuk menduduki jabatan di luar kepolisian.
Kecuali pada 11 instansi yang telah ditentukan secara tegas oleh peraturan perundang-undangan.
“Pilihan bagi Irjen Iqbal hanya dua, yaitu mundur dari kepolisian atau mundur dari jabatannya di DPD RI dan kembali ke institusi Polri,” kata Ray Rangkuti.
Pasal 28 UU Polri: Tidak Ada Ruang untuk Tafsir Ganda
Ray menekankan bahwa Pasal 28 ayat (3) UU Polri telah mengatur secara jelas bahwa anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar kepolisian apabila telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Aturan ini bersifat mengikat dan tidak membuka ruang interpretasi lain.
“Aturannya sangat jelas. Tidak ada ruang tafsir. Jika masih aktif, maka tidak boleh menjabat di luar institusi Polri kecuali di 11 posisi yang ditetapkan oleh undang-undang,” tegas Ray.
Ia juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengambil langkah tegas terhadap anggotanya yang melakukan praktik rangkap jabatan.
Menurutnya, fenomena ini telah berlangsung lama dan cenderung dibiarkan sejak periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Praktik ini terlalu banyak dan semakin menjadi-jadi. Harus ada tindakan korektif sekarang juga,” ujarnya.
Pelantikan Irjen Iqbal Melanggar UU Polri dan UU MD3
Pelantikan Irjen Pol Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD RI dilakukan pada Senin, 19 Mei 2025 di Gedung DPD RI, Jakarta Pusat.
Pengangkatan ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 79/TPA Tahun 2025 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Keppres tersebut menyebutkan bahwa Irjen Iqbal diangkat sebagai Sekretaris Jenderal DPD RI dan diberikan tunjangan jabatan struktural eselon IA.
Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin menganggap pergantian pejabat sebagai hal lumrah dalam rangka optimalisasi organisasi.
“Mutasi atau promosi jabatan adalah hal yang biasa dilakukan untuk menyegarkan organisasi agar lebih optimal menghadapi dinamika yang berkembang,” ujar Sultan.
Namun, di tengah penunjukan tersebut, keraguan terhadap keabsahan pengangkatan Irjen Iqbal pun mengemuka.
Selain UU Polri, UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) juga dinilai telah dilanggar.
Pasal 414 ayat (2) UU MD3 menyebut bahwa jabatan Sekjen DPD RI harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) profesional yang memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, Ray Rangkuti dan sejumlah pakar hukum administrasi negara menilai bahwa pelantikan Irjen Iqbal bertentangan dengan dua undang-undang yang menjadi pilar dasar tata kelola jabatan publik.
11 Jabatan yang Diperbolehkan bagi Anggota Polri Aktif
Untuk diketahui, Undang-Undang telah mengatur bahwa hanya 11 jabatan tertentu yang boleh diisi oleh anggota Polri aktif.
Jabatan tersebut antara lain:
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Kepala Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla)
Jabatan di lingkungan Kementerian Pertahanan
Jabatan di lingkungan BIN
Jabatan di lingkungan KPK
Jabatan tertentu di lingkungan Setneg atau Setkab dengan penugasan khusus
Jabatan sebagai Sekjen DPD RI tidak termasuk dalam daftar jabatan yang diperbolehkan tersebut.
Reaksi Publik dan Akademisi: Pemerintah Harus Konsisten Tegakkan Aturan
Tak hanya Ray Rangkuti, sejumlah pakar hukum dan akademisi turut menyuarakan keprihatinan.
Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia, Prof. Dr. Yusril Mahendra, menilai bahwa penunjukan pejabat publik harus sesuai dengan prinsip legalitas dan akuntabilitas.
“Kita tidak boleh bermain-main dengan konstitusi dan undang-undang. Penempatan aparat negara di jabatan sipil harus berdasarkan aturan, bukan lobi politik atau semata-mata loyalitas pribadi,” ujar Yusril dalam pernyataan terpisah.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, juga menyebut bahwa fenomena rangkap jabatan Polri di instansi non-kepolisian bisa merusak independensi dan akuntabilitas institusi negara.
“Ini harus dihentikan. Kita tidak sedang membangun negara dengan loyalitas ganda. Aparat hukum harus bebas dari pengaruh politik maupun kekuasaan legislatif,” katanya.
Desakan agar Presiden dan Kapolri Ambil Sikap Tegas
Ray Rangkuti menutup pernyataannya dengan mendesak Presiden Joko Widodo dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk bertindak tegas dan memberikan contoh baik kepada publik.
“Presiden sebagai kepala negara dan Kapolri sebagai pimpinan institusi harus bersikap. Jangan biarkan pelanggaran aturan ini menjadi preseden buruk. Kalau dibiarkan, maka ke depan akan makin banyak praktik serupa,” tutup Ray.
Kepatuhan terhadap Hukum adalah Pilar Demokrasi
Kontroversi ini bukan sekadar soal satu orang pejabat atau satu institusi, melainkan mencerminkan urgensi untuk menegakkan supremasi hukum di tengah kompleksitas politik dan tata kelola negara.
Pelantikan Irjen Iqbal sebagai Sekjen DPD RI seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh atas praktik rangkap jabatan dan pelanggaran UU yang kian marak.
Konsistensi dan ketegasan negara dalam menegakkan hukum akan menjadi cermin bagi kredibilitas demokrasi Indonesia di mata publik maupun komunitas internasional.
Kepatuhan terhadap aturan main adalah roh dari sistem pemerintahan yang sehat dan bertanggung jawab. (***)
0 Komentar