Musi Online | FITRA Ingatkan Pemerintah untuk Waspada Sebab Utang Indonesia Nyaris Rp 9.000 Triliun
Adha
Home        Berita        Nasional

FITRA Ingatkan Pemerintah untuk Waspada Sebab Utang Indonesia Nyaris Rp 9.000 Triliun

Musi Online
https://musionline.co.id 01 June 2025 @19:25
FITRA Ingatkan Pemerintah untuk Waspada Sebab Utang Indonesia Nyaris Rp 9.000 Triliun
FITRA Ingatkan Pemerintah untuk Waspada Sebab Utang Indonesia Nyaris Rp 9.000 Triliun.

Musionline.co.id, Jakarta - Utang pemerintah Indonesia kembali mencetak rekor baru. 
Hingga akhir April 2025, posisi utang negara nyaris menembus angka Rp 9.000 triliun, tepatnya mencapai Rp 8.984,13 triliun. 
Angka ini diperoleh dari perhitungan akumulatif antara posisi utang per akhir Desember 2024 yang sebesar Rp 8.680,13 triliun, dengan penambahan utang baru sepanjang Januari hingga April 2025 senilai Rp 304 triliun.
Meskipun Kementerian Keuangan belum secara resmi merilis data "APBN Kita" untuk periode Januari–Mei 2025, kalkulasi ini berdasarkan laporan perhitungan internal yang dilakukan media ekonomi nasional, Kontan, dan analisis dari lembaga riset keuangan.
Rasio Utang 37,4% dari PDB, Masih Aman Tapi Mengkhawatirkan
Menurut Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini berada di level 37,4%. 
Perhitungan ini menggunakan asumsi proyeksi PDB nominal Indonesia tahun 2025 sebesar Rp 24.000 triliun.
“Secara angka, rasio tersebut masih dalam batas aman karena belum melewati batas 60% sesuai ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara. Bahkan, masih sedikit di bawah target rasio APBN 2025 yang dipatok sebesar 37,9% dari PDB,” ujar Badiul dalam keterangannya kepada Kontan (01/06/2025).
Namun, ia memperingatkan, tren kenaikan utang yang terus berlangsung menjadi lampu kuning bagi stabilitas fiskal nasional.
“Pemerintah harus berhati-hati karena sudah mendekati ambang batas target rasio utang 37,9%. Meski belum melewati batas, ini tetap perlu dikendalikan agar tidak menekan APBN ke depan,” lanjutnya.
Risiko Global Bisa Naik Lagi, Yield SBN Berpotensi Melonjak
Kondisi pasar keuangan global saat ini relatif stabil. Meredanya tensi geopolitik dan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed memberi angin segar pada pasar obligasi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun, Badiul menilai ketenangan ini bisa bersifat sementara. 
Ia mengingatkan bahwa potensi kenaikan suku bunga global masih terbuka, terutama jika inflasi di negara maju kembali menguat. 
Jika suku bunga acuan global naik, maka yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia pun ikut terdongkrak, sehingga pemerintah harus menanggung beban bunga utang yang lebih tinggi.
“Biaya utang akan meningkat. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjaga konsistensi fiskal,” ujar Badiul.
Rupiah Rentan Terhadap Capital Outflow
Selain bunga utang, nilai tukar rupiah juga menjadi indikator penting dalam menjaga keberlanjutan fiskal. 
Fluktuasi rupiah yang dipicu oleh arus modal keluar (capital outflow) bisa membuat pembayaran utang luar negeri menjadi lebih mahal.
Kondisi ini diperparah dengan tensi politik dalam negeri menjelang Pilkada dan potensi perlambatan ekonomi nasional, yang bisa memicu pelebaran defisit fiskal. 
Jika defisit melebar, pemerintah tak punya pilihan lain selain menarik utang lebih besar lagi.
“Risiko refinancing pun akan meningkat. Pemerintah harus membayar atau menerbitkan ulang utang yang jatuh tempo, biasanya dengan bunga yang lebih tinggi,” jelas Badiul.
Potensi Utang Tembus Rp 9.429,7 Triliun di Akhir 2025
Badiul juga memproyeksikan posisi utang pemerintah bisa melampaui Rp 9.400 triliun pada akhir tahun 2025. 
Ia mengasumsikan bahwa dengan defisit anggaran mencapai 2,9% dari PDB atau sekitar Rp 549,6 triliun, dan dengan penarikan utang hingga April sudah Rp 304 triliun, maka sisa pembiayaan dari utang yang diperlukan adalah Rp 245,6 triliun.
Namun, angka ini belum memasukkan pembiayaan untuk pembayaran pokok utang yang jatuh tempo dan pembiayaan investasi non-defisit. 
Dengan tambahan kebutuhan bruto sebesar 20%-30% dari defisit, Badiul memperkirakan total utang akhir tahun bisa mencapai Rp 9.429,7 triliun.
“Dengan tren penambahan utang seperti ini, perlu strategi manajemen utang yang ketat dan efisien,” tegasnya.
Setiap Warga Indonesia Tanggung Utang Rp 32 Juta
Untuk memberi perspektif kepada publik, Badiul menghitung estimasi beban utang per kapita. 
Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia pada 2025 sekitar 279 juta jiwa, maka setiap warga negara menanggung utang sekitar Rp 32,2 juta.
“Ini bukan utang individu, tentu saja, melainkan tanggung jawab fiskal negara. Tapi penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa utang ini berdampak pada alokasi anggaran, termasuk subsidi, bantuan sosial, hingga pembangunan infrastruktur,” katanya.
Transparansi dan Komunikasi Publik Kunci Menjaga Kepercayaan Pasar
Di tengah meningkatnya beban utang dan potensi gejolak global, Badiul menekankan pentingnya transparansi dan komunikasi publik yang kuat. 
Menurutnya, pemerintah tak hanya perlu fokus pada nominal utang, tetapi juga pada strategi pengelolaannya secara menyeluruh.
“Transparansi dalam manajemen utang sangat penting agar kepercayaan pasar dan masyarakat tetap terjaga. Apalagi saat ini isu fiskal sangat sensitif terhadap opini pasar,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyarankan agar pemerintah memprioritaskan utang dengan biaya rendah, memperbesar porsi utang jangka panjang, serta terus menjaga ruang fiskal agar pemerintah tetap punya kapasitas mengelola risiko di masa depan.
Waspada dan Bijak dalam Pengelolaan Utang
Utang adalah instrumen penting dalam pembangunan, tetapi jika tidak dikelola secara hati-hati, bisa menjadi beban generasi mendatang. 
Di tengah ketidakpastian global dan politik dalam negeri, pemerintah dituntut lebih bijak dalam mengelola kebijakan fiskal, terutama dalam hal utang.
Dengan proyeksi utang yang terus naik dan potensi tekanan dari pasar global, strategi pengelolaan utang yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan sangatlah krusial. 
FITRA dan berbagai lembaga pemantau anggaran pun terus menyerukan hal yang sama: waspada, disiplin, dan transparan. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Maroko
Top