Musi Online https://musionline.co.id 11 February 2022 @19:45 293 x dibaca (foto : ilustrasi)
Musionline.co.id, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Prof Djohermansyah Djohan mengusulkan, masa jabatan Kepala Daerah diperpanjang daripada mrngangkat Pejabat (Pj) Kepala Daerah dari Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
Prof Djohermansyah mengusulkan hal tersebut, didasarkan sejumlah fakta dan data hasil riset dan penelitian serta kajian yang dilakukan Institute Otonomi Daerah (i-Otda) yang dibentuknya.
Dijelaskan, pengangkatan Pj Kepala Daerah (Gubernur, Wali Kota dan Bupati) dari pejabat struktural ASN setingkat eselon 1 untuk Provinsi atau eselon 2 untuk Kabupaten/kota, lumrah dilakukan dalam praktik pemerintahan selama ini. Khususnya bila terjadi kekosongan akibat Kepala Daerah yang bersangkutan berhalangan tetap (meninggal/sakit permanen) atau berhalangan sementara karena cuti kampanye.
Ia mengungkapkan, cuti sementara biasanya, dua bulan hingga empat bulan atau hanya dalam bilangan bulan saja. Dengan demikian Pj hanya menjadi caretaker pengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan sementara.
Caretaker dalam pemerintahan berfungsi sebagai penjaga agar tugas-tugas pemerintahan sehari hari tidak berhenti, gara-gara tidak ada pemimpin.
No vacuum of power adalah azas yang menjadi landasannya, dimana tidak boleh ada kekosongan satu detikpun kekuasaaan pemerintahan.
Menurutnya, saat ini ada situasi yang tidak lazim, dimana akan ada pengangkatan Pj Kepala Daerah dari ASN dengan waktu yang cukup lama. Berapa lama? Bisa satu tahun, dua tahun bahkan hampir tiga tahun.
Kondisi ini yang sangat mengkhawatirkan karena ada peristiwa politik kedepan di tahun 2024 terkait Pemilu Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak secara Nasional.
Kekosongan Kepala Daerah akan dimulai pada waktu dekat ini, tepatnya 12 Mei 2022. Kekosongan Kepala Daerah meliputi 272 Gubernur, Wali Kota hingga Bupati di Indonesia. Total jumlah penduduk di 25 daerah Provinsi yang kosong KDH-nya mencapai 243.992.959 (90% jumlah penduduk).
Misalnya, Gubernur Provinsi Banten yang akan selesai masa jabatannya pada tanggal 12 Mei 2022. Setelah itu Banten tidak lagi bisa melakukan Pilkada hingga 27 November 2024 sesuai ketetapan pemerintah melalui UU Pilkada N0 10/2016.
Bukan hanya Banten, Aceh dan Papua Barat, juga mengalami kekosongan Kepala Daerah lantaran habis masa jabatan. Khusus Papua Barat adalah daerah konflik, dimana Kepala Daerah sementara yang akan menjabat tentu harus benar-benar memahami berbagai hal, bukan hanya masalah program kerja pemerintahan daerah saja.
Dibutuhkan orang yang benar benar mengetahui masalah penanganan konflik dan kearifan lokal harus benar benar dipahami baik agar tidak menambah masalah baru.
Oleh karenanya, pakar pemerintahan daerah yang tergabung dalam Institut Otonomi Daerah (i-OTDA) mendalami secara cermat apa saja akibat yang akan ditimbulkan kedepan, bila kekosongan jabatan Kepala Daerah pada tahun 2022-2024 diisi dari ASN.
Lebih lanjut dijelaskan, permasalahan yang akan muncul bila Kepala Daerah yang habis di bulan Mei 2022 hingga 2024 bila jabatan Kepala Daerah diserahkan pada ASN, bisa jadi mereka tidak fokus memimpin wilayah yang hilang kepemimpinan definitifnya. Karena ASN memiliki kewenangan terbatas, disamping ASN tidak boleh melepas jabatan strukturalnya di ASN.
Persoalan lain yang akan dihadapi Pj Kepala Daerah dari ASN, yaitu bila terlalu lama tentu mereka akan menangani APBD, dimana ASN harus berhadapan dengan para politisi daerah di DPRD untuk pembahasan anggaran. Hal ini tentu akan menjadi kendala besar, dimana ASN tidak ditraining untuk urusan politik praktis.
Kekhawatiran lain dalam proses pengangkatan Pj Kepala Daerah, bisa jadi muncul kolusi, suap, yang dibiayai pihak tertentu yang memiliki kepentingan atas daerah tersebut agar semua kepentingan pemodal dapat berjalan lancar. Karena waktu yang terlalu lama menjabat bisa jadi membuat Pj tergoda menyelewengkan kekuasaan, korup dan sebagainya.
Belum lagi penanganan masal masalah di lapangan. Karena Pj menjabat di dua kaki, di daerah dan struktural ASN, yang bisa menjadi kendala yang cukup serius, disamping bisa jadi mereka belum tentu mampu menangani kasus tersebut dengan pengalaman di lapangan yang kurang sebagai satgas covid.
Kelemahan lain, para Pj hanya sendiri menjabat tanpa wakil. Pj yang diangkatpun tidak memiliki visi misi dalam wilayah penugasannya. Ini tentu akan memunculkan persoalan lain yang akan dihadapi seorang Pj dalam menggerakkan pembangunan daerahnya.
Berbeda dengan kepala daerah yang melewati Pilkada, mereka dipilih rakyat, punya legitimasi kuat, serta memiliki visi dan misi serta program dalam membangun wilayahnya. Itu sebab adanya Pilkada, banyak manfaat dalam proses pembangunan wilayah yang tidak begitu saja bisa dihilangkan.
Diungkapkannya, untuk sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, akan lebih sehat dan bermanfaat bila dilakukan perpanjangan masa jabatan, bila Pilkada tahun 2022 dan 2023 ditiadakan. Selain Kepala Daerah tersebut punya legitimasi kuat karena dipilih langsung oleh rakyatnya, mereka juga sudah berpengalaman lama.
Dikatakannya, Deepening Democracy inilah yang harus dikembangkan, dimana pendalaman demokrasi Indonesia dilakukan lewat pemilihan secara langsung yang diterapkan sejak 1 Juni 2005. Ini harus tetap dijaga.
Bila pengangkatan Pj Kepala Daerah dari ASN tetap dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Daerah 2022-2024. Dampak sosial dan opini buruk masyarakat akan muncul dan berkembang terhadap pemerintah sekarang. Akibat berbagai hal di Pemilu 2019 lalu, yang dianggap pelaksanaannya banyak memiliki kekurangan, ditambah kondisi saat ini dengan pengangkatan ASN sebagai Pj dan meniadakan Pilkada dengan waktu yang cukup panjang. Perlakuan ini mencederai demokrasi yang telah dibangun sejak awal reformasi.
Ditegaskannya, bila pengangkatan Pj Kepala Daerah ini tetap dilakukan, secara demokrasi sama saja lebih mundur dari zaman Orde Baru (Orba). Di zaman Orba saja, Kepala Daerah masih dipilih melalui DPRD. (***)
0 Komentar