Musionline.co.id, Palembang - Sidang dugaan korupsi untuk terdakwa Muddai Madang terus bergulir di Pengadilan Tipikor Palembang. Kemarin dihadirkan para saksi, mulai dari pejabat hingga pihak yayasan wakaf Masjid Sriwijaya, Senin (4/4/2022).
Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Ogan Ilir (OI) Ardani turut hadir menjadi saksi. Ia merupakan mantan Kepala Biro Hukum Pemprov Sumsel, juga ketua panitia Divisi Hukun dan Lahan yayasan wakaf Masjid Sriwijaya.
Dilansir koransn.com, dalam persidangan JPU mencecar Ardani dengan pertanyaan tentang hibah lahan yang ternyata bersengketa. Namun Ardani mengaku, saat dirinya menjabat Kabiro Hukum, juga ketua panitia Divisi Hukum fan Lahan Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya, tidak pernah merekomendasikan hibah lahan di kawasan Jakabaring yang dijadikan lokasi pembangunan Masjid Sriwijaya.
“Tidak ada rekomendasi saya untuk hibah lahan Masjid Sriwijaya. Kemudian tidak pernah saya dimintai saran terkait telaah yuridis soal hibah lahan seluas sembilan hektar yang sengketa dan sebagian lahannya dimenangkan masyarakat. Kalau saya lihat dari surat nomor di SK hibah lahan, untuk nomornya bukan milik Biro Hukum melainkan BPKAD, mestinya dikoordinasikan dulu dengan Biro Hukum,” ungkap Ardani.
Ia melanjutkan, ketika menjabat Kepala Biro Hukum Pempriv Sumsel, dirinya mendapatkan surat dari Sekretaris Daerah (Sekda) yang isi suratnya yakni Biro Hukum hanya memiliki tugas apabila ada proses persidangan.
“Jadi ada surat dari Sekda kalau Biro Hukum hanya diberikan tugas kalau ada proses di persidangan,” katanya.
Saksi Ardani juga mengungkapkan, dirinya juga tidak meneliti Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dana hibah Masjid Sriwijaya dikarenakan draf NPHD yang diajukan Biro Kesra kala itu dikembalikannya lantaran tidak dilengkapi dengan proposal dan berkas verifikasi.
“Pada hari draf NPHD diajukan ke Biro Hukum langsung saya kembalikan, sebab draf NPHD tidak dilengkapi proposal dan berkas verifikasi. Saya mengembalikannya agar Biro Kesra melengkapi kekurangan itu, namun berkas yang saya kembalikan untuk dilengkapi tidak dikembalikan lagi ke saya. Dari itu, saat itu, saya tidak membaca isi NPHD itu,” tegasnya.
Diungkapkan, karena dirinya kala itu tidak membaca NPHD tersebut, maka untuk nilai dana hibah Masjid Sriiwijaya tahun 2015 dan 2017 baru diketahui olehnya ketika dirinya diperiksa sebagai saksi di kejaksaan.
“Jadi secara pastinya jumlah dana hibah Masjid Sriwijaya saya tahu ketika diperiksa oleh Kejaksaan. Dimana untuk tahun 2015 sebesar Rp50 miliar dan tahun 2017 sebesar Rp80 miliar,” tegasnya lagi.
Sementara untuk Perda Masjid Sriwijaya, dirinya tidak ikut dalam penyusunan Perda tersebut. Sebab, saat Perda disusun, dirinya sudah menjadi staf ahli Gubernur.
Terima Honor
Hadir menjadi saksi, Eddy Garbaldi selaku Sekretaris Divisi Pengadaan Pembangunan Masjid Sriwijaya mengakui, ada honor yang diterima oleh Panitia Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
“Panitia menerima honor resmi dari yayasan. Kalau saya menerima honor ratusan ribu, tapi saya lupa kisaran nominal honor yang saya terima,” katanya.
Saksi melanjutkan, pada Divisi Pengadaan Pembangunan Masjid Sriwijaya diketuai oleh Syarifudin MF (sudah divonis).
Sementara terkait PT Brantas Abipraya yang mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan Masjid Sriwijaya, saksi mengatakan jika tidak mengetahuinya. Sebab, saat proses evaluasi teknis lelang, dokumennya dibawa oleh Syarifudin MF. Dirinya hanya diminta oleh Syarifudin MF untuk tandatangan saja di dokumen tersebut.
Tidak Terima Honor Hanya Tanda Tangan
Keterangan sama, juga dikatakan Aminudin selaku wakil ketua panitia pengadaan pembangunan Masjid Sriwijaya. Memberikan keterangan sebagai saksi, ia menegaskan, saat itu hanya disodorkan dokumen oleh Syarifudin MF untuk ditandatangani.
“Saat proses lelang saya tidak ikut, tapi sebelum lelang Syarifudin menyerahkan dokumen yang kemudian saya tandatangani. Sementara terkait honor saya tidak menerima honor,” tegasnya.
Tidak Tercatat Sebagai Aset Pemprov Sumsel
Hadir menjadi saksi, Burkian selaku staf di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel menjelaskan, terkait lahan yang dihibahkan untuk Masjid Sriwijaya, tidak tercatat sebagai aset milik Pemprov.
“Tidak ada catatan jika lahan Masjid Sriwijaya itu aset Pemprov. Sedangkan terkait lelang pekerjaan Masjid Sriwijaya sejak awal saya tidak dilibatkan sama sekali,” singkatnya.
Bersengketa Dengan Masyarakat
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palembang Norman Subowo turut dihadirkan menjadi saksi di persidangan. Ia mengatakan, dari hasil pengecekan di lokasi lahan yang dijadikan untuk pembangunan Masjid Sriwijaya, diketahui jika lahan tersebut bersengketa dengan masyarakat.
“Di lahan itu ada sengketa, lokasinya yakni sebagian bangunan yang telah dibangun. Sedangkan terkait sertifikat yayasan hingga kini di lahan tersebut belum ada sertifikatnya,” ungkapnya.
Masih Ada Rp1,3 Miliar
Zainal Burlian selaku Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya menerangkan, untuk dana pembangunan Masjid Sriwijaya selain dana hibah dari Pemprov Sumsel, juga ada dana sumbangan dari masyarakat.
Menurutnya, hingga saat ini, uang sumbangan dari masyarakat masih tersimpan senilai Rp1,3 miliar.
Ia menjelaskan, saat menjabat sebagai Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya langsung memberhentikan para pegawai agar uang sumbangan masyarakat itu tidak terpakai.
Dilanjutkannya, saat itu banyak pegawai tapi tidak ada pekerjaan dan menerima gaji. Ia pun mengambil langkah menberhentikan para pegawai, sehingga uang Rp1,3 miliar masih tersimpan di Bank.
Tidak Pernah Terima Proposal
Mantan Kabiro Kesra Pemprov Sumsel Richard Cahyadi mengungkapkan, saat menjabat Kabiro Kesra tidak pernah menerima proposal atau usulan dana hibah untuk Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
“Kalau diera saya tidak ada sama sekali proposal Masjid Sriwijaya. Kemudian sekitar Januari 2014 saya pindah ke Kesbangpol, sedangkan yang menggantikan saya sebagai Kabiro Kesra yakni Ahmad Nasuhi,” ujarnya.
Dana Hibah Diajukan Sudah Menjadi KUA PPAS
Mantan Wakil Ketua DPRD Sumsel Gantada mengungkapkan, terkait dana hibah kala itu diajukan oleh Pemrov Sumsel ke DPRD secara umum, yakni telah menjadi Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Menurutnya, KUA PPAS dibahas di Badan Anggaran (Banggar) kemudian dibahas secara rinci di Komisi-komisi. Dimana terkait dana hibah ini, secara rinci akan dibahas di Komisis III. Sementara Perda Masjid Sriwijaya awalnya dibahas oleh Badan Legislasi (Banleg), setelah itu Perda disahkan dalam rapat paripurna.
Dana Hibah Diajukan Secara Umum
Sekretaris DPRD Provinsi Sumsel Ramadhan S Basyeban mengaku, untuk dana hibah diajukan Pemprov Sumsel ke DPRD secara umum.
Menurutnya, saat di Banggar dana hibah dibahas secara umum, yakni tentang pendapatan, belanja dan pembiayaan. Sementara pembahasan secara rinci, dibahas di Komisi.
Saksi Harus Jujur
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang Abdul Aziz SH MH menegaskan, dalam dugaan kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, bisa saja aktor utamanya hingga saat ini masih berkeliaran di luar. Ia pun meminta kepada para saksi untuk memberikan kesaksian yang jujur.
“Kepada saksi kami harapkan untuk memberikan kesaksian dengan jujur. Sebab, bisa saja aktor dalam dugaan kasus ini masih berkeliaran di luar dan ketawa- ketawa. Untuk itulah kami minta kejujuran para saksi agar kami tidak salah dalam memutus perkara ini, kasihan bapak-bapak tua yang sudah masuk di dalam sana,” tegasnya.
Yayasan untuk Sosial, Kok Terima Honor
Diungkapkan Hakim Abdul Aziz, terkait pendirian Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya harusnya yayasan didirikan hanya untuk sosial.
“Tapi ini terbalik, ada pihak yayasan menerima honor, inilah yang menjadi masalah. Sebab yayasan didirikan untuk sosial kok malah menerima honor,” tegasnya lagi.
Pemberian Dana Hibah Dipaksakan
Menurutnya, dalam dugaan kasus korupsi tersebut proses pemberian dana hibah Rp130 miliar dari awal tidak memenuhi persyaratan, namun dana hibah tetap saja diberikan kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
“Dari awal proposalnya sudah tidak jelas, jadi ada seperti memaksakan supaya yayasan bisa mendapat uang dana hibah dengan syarat yang tidak terpenuhi,” katanya.
Bahkan yang menjadi permasalahan dalam perkara tersebut, untuk dana hibah Masjid Sriwijaya Rp130 miliar hingga kini belum ada pertanggungjawabannya.
“Uang Rp130 miliar ini yayasan yang harus tanggungjawab. Sebab sampai saat ini tidak ada pertanggungjawaban terkait penggunaan semua uang tersebut dari pihak yayasan,” tutupnya. (***)