Musi Online https://musionline.co.id 06 April 2022 @10:04 412 x dibaca Terdakwa Akhmad Najib hadir secara langsung dan memberikan keterangan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang. (foto : DedySN)
Musionline.co.id, Palembang - Mantan Asisten Kesra Pemprov Sumsel Akhmad Najib, terdakwa dugaan kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya jalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (5/4/2022).
Dilansir koransn.com, terdakwa Najib mengungkapkan, jika Ardani selaku mantan Kabiro Hukum Pemprov Sumsel yang kini sebagai Wakil Bupati (Wabup) Ogan Ilir (OI), aktif memberikan masukan kepadanya terkait proses pembuatan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Masjid Sriwijaya.
Bahkan menurutnya, sebelum NPHD dana hibah Masjid Sriwijaya ditandatanganinya, tiga kali ia memanggil Ardani untuk memastikan telaah hukum dan penelitian yang dilakukan Biro Hukum terhadap NPHD itu.
Terdakwa Akhmad Najib menjelaskan, Ardani kala itu menjabat sebagai Kabiro Hukum Pemprov Sumsel merupakan bawahannya. Ia (Ardani) aktif memberikan masukan ke dirinya terkait NPHD Masjid Sriwijaya.
"Bahkan sebelum menandatangani NPHD, sebanyak tiga kali saya memanggil Ardani. Hal ini saya lakukan karena saya melakukan pekerjaan selalu dengan kehati-hatian. Ketika itu Ardani secara lisan mengatakan, jika NPHD sudah sesuai ketentuan. Kemudian dengan ucapan Bismillahirrohmanirrohim NPHD Masjid Sriwijaya saya tandatangani,” jelasnya.
Ia melanjutkan, sebelum NPHD ditandatangani mulanya Ahmad Nasuhi (sudah divonis Hakim) yang saat itu Plt Kabiro Kesra menghadap dirinya di ruang kerja, lalu Ahmad Nasuhi menyerahkan draf NPHD Masjid Sriwijaya.
“Sekitar November 2015 draf NPHD Masjid Sriwijaya itu diajukan Ahmad Nasuhi kepada saya, dan ada juga nota dinasnya. Kemudian saya baca dokumennya tertera jika ada proposal dan pakta integritas. Dengan adanya draf NPHD tersebut, lalu saya meminta Ardani Kabiro Hukum meneliti draf NPHD tersebut,” jelasnya lagi.
Diungkapkannya, beberapa hari kemudian dirinya mendapat laporan jika draf NPHD Masjid Sriwijaya telah diteliti Biro Hukum.
“Mendapat laporan tersebut saya kembali memanggil Kabiro Hukum menanyakan hasil penelitian draf NPHD. Saat itu Kabiro Hukum menyampaikan jika NPHD sudah sesuai Permendagri. Bahkan ada juga paraf dari Biro Hukum disamping kiri NPHD,” ungkap Najib.
Lebih jauh dikatakannya, pada berkas NPHD juga ada tandatangan Biro Kesra, dokumen penjabaran dana hibah, dokumen anggarannya, Perda, SK Gubernur untuk para penerima dana hibah, dan SK Gubernur yang menunjuk dirinya sebagai pejabat yang menandatangani NPHD Masjid Sriwijaya.
“Selain itu di dalam NPHD, saya melihat domisili Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya berada di Jalan Diponegoro Nomor 1 Palembang. Karena dana hibah ini untuk membangun masjid, maka Bismillahirrohmanirrohim NPHD Masjid Sriwijaya ketika itu saya tandatangani,” paparnya.
Dilanjutkan Akhmad Najib, jika ada dua NPHD Masjid Sriwijaya yang ditandatanganinya. Dimana untuk NPHD tahun 2015 terkait pemberian dana hibah Rp50 miliar untuk Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya. Kemudian NPHD 2017 untuk pemberian dana hibah sebesar Rp80 miliar kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
“Sebagai Asisiten Kesra saya hanya dimandatkan oleh Gubernur saat itu melalui SK untuk menandatangani NPHD Masjid Sriwijaya. Ketika itu hanya NPHD Masjid Sriwijaya saja yang saya tandatangani, kalau untuk NPHD dana hibah lalinnya saya tidak menandatanganinya,” pungkasnya.
Tandatangan Jalankan Perintah Gubernur
Akhmad Najib menegaskan, ia menandatangani NPHD Masjid Sriwijaya karena menjalankan perintah atasan. Apalagi perintah atasan itu dilakukannya berdasarkan mandat yang diterima melalui SK.
“Ada mandat yang saya terima berdasarkan SK Gubernur saat itu, jadi saya menandatangani NPHD Masjid Sriwijaya karena menjalankan perintah Gubernur saat itu Alex Noerdin,” tegasnya.
Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Azwar Hamid SH MH menanyakab, harusnya NPHD ditandatangani oleh OPD terkait, yakni Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Terdakwa Akmad Najib menjawab, kala itu ia telah menanyakan kepada Laonma PL Tobing (terdakwa berkas terpisah) saat itu menjabat Kepala BPKAD Pemprov Sumsel. Dikatakan Laonma, jika ia selaku Asisten Kesra bisa melakukan penandatanganan NPHD karena nantinya ada SK Gubernur.
“Pak Laonma PL Tobing menyampaikan secara lisan, katanya tidak apa-apa saya menandatangani NPHD itu, karena nanti ada SK Gubernur. Dimana SK tersebut, Gubernur bisa menunjuk pejabat yang menandatangani NPHD,” ujarnya.
Terdakwa juga mengungkapkan, kalau di Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya menjadi Wakil Sekertaris Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya yang diketuai Eddy Hermanto dan Syarifudin MH (sudah divonis Hakim).
“Ketika itu tiba-tiba SK Wakil Sekretaris sudah ada di atas meja saya. Sebagai Wakil Sekretaris saya tidak aktif dan tidak pernah berkoordinasi dengan Eddy Hermanto dan Syarifudin. Pernah saat itu saya tanyakan tugas di yayasan kepada mereka (Eddy Hermanto dan Syarifudin), akan tetapi kata mereka sudah diselesaikan. Selain itu saya juga tidak pernah rapat dengan Gubernur saat itu terkait Masjid Sriwijaya,” tutupnya. (***)
0 Komentar