Musi Online https://musionline.co.id 30 April 2025 @20:11 30 x dibaca 
Kondisi Rutan Baturaja Kabupaten OKU Provinsi Sumsel, Dimana Dua Warga Binaan Rutan Baturaja Diduga Terinfeksi HIV/AIDS, Enam Lainnya Terpapar TBC.
Musionline.co.id, Baturaja – Kekhawatiran terhadap penyebaran penyakit menular di lembaga pemasyarakatan kembali mencuat, menyusul ditemukannya dua warga binaan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), yang diduga positif mengidap HIV/AIDS.
Selain itu, enam warga binaan lainnya terkonfirmasi positif mengidap Tuberkulosis (TBC), penyakit menular yang juga menjadi salah satu momok di lingkungan padat seperti rumah tahanan.
Kepala Rutan Kelas II B Baturaja, Abdul Hamid, membenarkan informasi tersebut saat dikonfirmasi oleh awak media, Rabu (30/04/2025).
Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan serangkaian langkah medis dan koordinatif dengan Dinas Kesehatan Kabupaten OKU untuk menangani permasalahan tersebut secara menyeluruh dan manusiawi.
“Ya, memang benar. Ada dua warga binaan kita yang dinyatakan mengidap HIV/AIDS, dan enam lainnya mengidap TBC. Namun, Alhamdulillah lima dari enam penderita TBC tersebut saat ini sudah dinyatakan sembuh oleh tim medis,” ungkap Abdul Hamid.
Menurut Karutan Abdul Hamid, pihaknya menegaskan bahwa seluruh penanganan dilakukan dengan pendekatan medis yang profesional dan mengedepankan sisi kemanusiaan.
Salah satu langkah penting yang dilakukan ialah tidak melakukan isolasi terhadap dua warga binaan yang terinfeksi HIV/AIDS.
Hal ini dilakukan setelah memberikan edukasi menyeluruh kepada warga binaan lainnya terkait cara penularan penyakit tersebut.
“Penyakit HIV/AIDS tidak menular melalui sentuhan biasa, makanan, atau bersin. Penularannya terbatas pada penggunaan jarum suntik, transfusi darah yang terkontaminasi, dan hubungan seksual berisiko. Jadi, tidak ada alasan untuk mengucilkan mereka. Kami justru memberi dukungan agar mereka tetap semangat menjalani masa hukuman dan perawatan,” tegasnya.
Langkah ini dianggap penting guna menghindari diskriminasi terhadap warga binaan yang sedang berjuang menghadapi kondisi kesehatannya.
Menurut Abdul Hamid, kedua warga binaan tersebut kini sudah dalam kondisi fisik yang baik dan dapat menjalani aktivitas normal di dalam rutan.
“Kondisi fisik mereka saat ini sudah fit 100 persen. Mereka tetap ikut beraktivitas seperti biasa. Kami ingin mereka tetap merasa dihargai dan punya semangat hidup,” tambahnya.
Kasus ini menjadi cerminan nyata bahwa penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS dan TBC masih menjadi ancaman serius di lembaga pemasyarakatan.
Kepadatan hunian, sanitasi yang terbatas, dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas menjadi faktor pemicu utama.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, prevalensi HIV di lingkungan lembaga pemasyarakatan tergolong tinggi dibandingkan populasi umum.
Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor risiko seperti penggunaan narkoba suntik, perilaku seksual berisiko, dan rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan reproduksi.
Sementara itu, TBC merupakan penyakit yang sangat mudah menular melalui udara, terutama di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk.
Oleh karena itu, lembaga pemasyarakatan menjadi salah satu lokasi rawan penularan jika tidak ada deteksi dini dan perawatan yang memadai.
Dalam menangani persoalan ini, pihak Rutan Baturaja telah menjalin kerja sama aktif dengan Dinas Kesehatan Kabupaten OKU.
Program deteksi dini, penyuluhan kesehatan, pemeriksaan berkala, serta pemberian obat secara teratur menjadi bagian dari strategi pencegahan dan pengendalian penyakit menular di dalam rutan.
“Kami secara rutin mengadakan pemeriksaan kesehatan. Saat ini, kami sedang memperkuat kerja sama dengan dinas kesehatan untuk melakukan skrining penyakit menular lainnya. Harapannya, ini bisa mendeteksi lebih dini dan memutus rantai penyebaran,” jelas Hamid.
Selain itu, pendekatan psikososial juga menjadi prioritas. Warga binaan yang terinfeksi HIV/AIDS dibimbing untuk tetap menjalani hidup secara positif, dengan mengedepankan semangat dan tidak merasa dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya.
Para petugas rutan tidak hanya bertugas menjaga keamanan, tetapi juga menjadi pendamping bagi para warga binaan dalam menjalani masa hukuman yang juga merupakan masa pemulihan.
Pendampingan psikologis diberikan secara berkala, terutama kepada mereka yang mengidap penyakit kronis seperti HIV/AIDS.
Karutan Baturaja mengatakan bahwa para petugas telah dilatih untuk memiliki sensitivitas terhadap isu kesehatan mental dan tidak melakukan perlakuan diskriminatif.
Hal ini penting, mengingat beban mental yang ditanggung warga binaan bisa lebih berat ketika menghadapi vonis sosial di samping vonis hukum.
“Kami tidak ingin warga binaan yang sudah sakit justru kehilangan semangat hidup karena stigma. Di sinilah peran kami sebagai manusia dan petugas. Mereka harus kita perlakukan dengan penuh empati,” tandas Hamid.
Temuan ini menjadi peringatan penting bagi seluruh pengelola lembaga pemasyarakatan di Indonesia untuk lebih serius dalam mengelola aspek kesehatan warga binaan.
Ke depan, Rutan Baturaja berharap bisa mendapat dukungan lebih besar dari pemerintah pusat, termasuk penambahan fasilitas kesehatan, ketersediaan obat, dan tenaga medis yang siaga setiap saat.
Selain itu, pembenahan infrastruktur rutan yang berkaitan dengan sirkulasi udara, sanitasi, dan ruang isolasi medis menjadi kebutuhan mendesak.
Sebab, tanpa infrastruktur yang memadai, upaya pencegahan penyakit menular akan sulit mencapai hasil maksimal.
“Kami berharap ada perhatian lebih dari pemerintah pusat. Kita bukan hanya membina warga binaan dari sisi perilaku, tetapi juga kesehatan fisik dan mental mereka,” pungkas Karutan.
Kasus di Rutan Baturaja membuka mata kita bahwa pembinaan narapidana bukan hanya soal menjalani hukuman, tetapi juga soal menyelamatkan kehidupan.
Dengan pendekatan humanis, edukatif, dan kolaboratif, kita dapat memastikan bahwa warga binaan tetap memiliki hak atas kesehatan dan kehidupan yang layak, meski berada di balik jeruji besi.
HIV/AIDS dan TBC bukan hanya isu kesehatan, tetapi juga isu keadilan sosial, stigma, dan kemanusiaan.
Kita semua, sebagai masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk menghapus stigma dan mendukung upaya rehabilitasi secara menyeluruh.
0 Komentar