Musi Online https://musionline.co.id 25 July 2025 @19:30 40 x dibaca 
Camat dan 20 Kades Terjaring OTT di Lahat: Kejati Sumsel Dalami Dugaan Aliran Dana kepada Oknum APH.
Musionline.co.id, Lahat - Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat dengan dukungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan pada Kamis, 24 Juli 2025, memicu kehebohan publik.
OTT ini menyasar pertemuan sejumlah pejabat desa dan kecamatan di Kantor Camat Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, yang berujung pada penangkapan satu orang camat, Ketua Forum APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) Kecamatan Pagar Gunung, dan 20 kepala desa (kades).
Tak hanya penangkapan, tim penyidik juga berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp65 juta, yang diduga berasal dari Dana Desa (ADD) dan disiapkan untuk kepentingan tidak sah.
Penangkapan ini semakin memanas setelah muncul dugaan bahwa dana tersebut dikumpulkan untuk diberikan kepada pihak yang mengatasnamakan aparat penegak hukum (APH).
Pertemuan Bahas APBDes atau Ajang Setoran Dana?
Menurut Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Dr. Adhryansah SH MH, pertemuan yang digelar di Kantor Camat Pagar Gunung awalnya disebut-sebut sebagai forum pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa pertemuan tersebut diduga dimanfaatkan untuk mengoordinasi pengumpulan dana dari setiap kepala desa.
"Permintaan dana itu disebutkan untuk kegiatan sosial, namun kemudian diarahkan atau dikaitkan dengan pihak yang mengatasnamakan APH. Nilainya mencapai Rp7 juta per desa. Tapi belum semua memenuhi,” terang Adhryansah dalam konferensi pers di Palembang, Jumat dini hari (25/07/2025).
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa telah terjadi praktik pungutan liar atau pemotongan anggaran desa, yang dikemas secara sistematis dan terstruktur.
Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa
Dana Desa merupakan salah satu sumber anggaran vital dalam pembangunan di tingkat pedesaan. Oleh karena itu, dugaan penggunaan ADD untuk keperluan tidak resmi dinilai sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang yang serius.
“Jika benar dana itu berasal dari ADD, maka jelas ini pelanggaran berat. ADD merupakan bagian dari keuangan negara, dan harus dikelola secara akuntabel serta transparan,” tegas Adhryansah.
Menurutnya, tindakan pengumpulan dana yang dilakukan secara kolektif dan sistematis itu menunjukkan adanya pola lama yang terulang kembali: mencatut nama aparat penegak hukum untuk melegitimasi praktik korupsi terselubung di tingkat pemerintahan desa.
Diduga Mengalir ke Oknum APH
Penyelidikan Kejati Sumsel kini tengah difokuskan pada penelusuran aliran dana. Kecurigaan utama mengarah pada dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang diduga menerima atau menjadi alasan utama pengumpulan uang tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari SH MH, menyatakan bahwa OTT ini dilakukan atas perintah langsung Kepala Kejati Sumsel, Dr. Yulianto SH MH, setelah muncul indikasi kuat adanya aliran dana ke pihak-pihak yang tidak semestinya.
“Seluruh 22 orang saat ini sedang dalam pemeriksaan intensif. Kami dalami secara menyeluruh keterlibatan masing-masing pihak dan motif dari pengumpulan dana ini,” tegas Vanny.
Ia menambahkan, proses penyidikan akan dilakukan secara profesional dan transparan, tanpa pandang bulu, meskipun yang diduga terlibat mencatut nama institusi penegak hukum.
Menyikapi kasus ini, pihak Kejati Sumsel mengingatkan seluruh kepala desa di Sumatera Selatan untuk tidak mudah percaya terhadap pihak-pihak yang mencatut nama aparat hukum untuk kepentingan tertentu.
Adhryansah mengimbau agar pengelolaan Dana Desa dilakukan sesuai aturan, hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes), serta melibatkan pendampingan hukum dari Kejari setempat melalui Program Jaga Desa.
“Pendampingan hukum penting untuk mencegah penyimpangan dan menjaga pemerintahan desa tetap bersih dari korupsi. Kepala desa sebaiknya aktif berkoordinasi dengan Kejari setempat, baik melalui Seksi Intelijen maupun Perdata dan Tata Usaha Negara,” jelasnya.
Kejari Lahat Belum Bisa Berkomentar Banyak
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lahat, Toto Roedianto SH MH, saat dikonfirmasi hanya memberikan keterangan singkat. Ia membenarkan adanya OTT namun menyerahkan penjelasan resmi kepada pihak Kejati Sumsel karena seluruh proses pemeriksaan telah dilimpahkan ke Palembang.
“Benar, ada OTT terhadap sejumlah kepala desa dan satu camat. Tapi untuk informasi resmi, silakan tunggu dari Kejati Sumsel,” ujar Toto.
Saat ini, tim penyidik masih mendalami jejak praktik ini, termasuk kemungkinan kejadian serupa sebelumnya yang tidak sempat terungkap.
Apabila praktik ini telah berlangsung lama dan melibatkan lebih banyak pihak, maka potensi kerugian negara dan efek domino terhadap pemerintahan desa menjadi sangat besar.
“Kasus ini harus menjadi momentum bagi seluruh wilayah, khususnya Sumsel, untuk memperkuat sistem pengawasan dana desa. Tidak boleh ada toleransi bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan amanat rakyat,” pungkas Adhryansah. (***)
0 Komentar