Musi Online https://musionline.co.id 25 July 2025 @19:34 24 x dibaca 
Polda Jatim Bongkar Sindikat Perdagangan Orang ke Jerman Bermodus Visa Turis dan Permohonan Suaka.
Musionline.co.id, Surabaya – Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil mengungkap praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus baru yang semakin canggih.
Sindikat ini merekrut warga negara Indonesia (WNI) dan mengirim mereka ke Jerman dengan menggunakan visa turis, lalu mengarahkan mereka untuk mengajukan permohonan suaka agar dapat menetap dan bekerja secara ilegal.
Pengungkapan ini diumumkan oleh Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast dalam konferensi pers di Mapolda Jatim, Jumat (25/07/2025).
Ia mengungkapkan bahwa pelaku utama dalam kasus ini adalah TGS alias Y (49), warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sudah cukup lama menjalankan aktivitas perekrutan pekerja migran ilegal.
“Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang kami terima pada 5 Maret 2025. Kami juga mendapatkan informasi penting dari Atase Kepolisian RI di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Berlin pada 17 Februari 2025, yang memperkuat indikasi adanya tindak pidana perdagangan orang ke Eropa,” jelas Jules.
Modus Operandi: Janji Kerja di Jerman Lewat Jalan Pintas
Dalam operasinya, TGS merekrut calon pekerja migran Indonesia dengan janji bisa mengirim mereka ke Jerman untuk bekerja, tanpa harus melalui prosedur legal.
Para korban diarahkan menggunakan visa turis melalui jasa pembuatan dokumen di VFS Global Denpasar, kemudian disarankan mengajukan permohonan suaka saat tiba di Jerman.
“Yang bersangkutan menjanjikan pekerjaan di Jerman dan menyuruh para korban menggunakan visa turis agar lebih mudah berangkat. Setelah sampai, mereka diminta mengajukan suaka di Camp Suhl, negara bagian Thuringen,” ungkap Jules.
Tiga korban yang berhasil dikirim ke Jerman adalah WA, TW, dan PCY. Mereka membayar biaya pemberangkatan kepada TGS dengan nominal bervariasi: WA sebesar Rp40 juta, TW Rp32 juta, dan PCY Rp23 juta.
Menurut penyelidikan polisi, ketiga korban diberi skenario cerita masing-masing untuk mendukung permohonan suaka mereka. TW mengaku korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), WA menyatakan dirinya ditinggal oleh agen perjalanan, dan PCY mengaku ingin bekerja karena konflik pribadi dan kesulitan ekonomi.
“Seluruh cerita itu direkayasa sebagai strategi untuk mendapat status pencari suaka. Mereka saat ini mendapat fasilitas dari pemerintah Jerman, termasuk tempat tinggal, makanan, dan tunjangan sebesar 397 Euro per bulan,” kata Jules.
Terungkap pula bahwa tersangka TGS mengenal dengan baik lokasi camp tersebut karena sebelumnya pernah memasukkan anak kandungnya yang berinisial D ke Camp Suhl. Anak tersangka tinggal di sana selama dua minggu, dan pengalaman itu digunakan untuk meyakinkan calon korban bahwa camp tersebut aman dan legal.
“Dia tahu sistem di dalam camp dan memanfaatkannya untuk meyakinkan korban. Ia mengatakan bahwa proses tinggal dan mendapatkan izin resmi akan jauh lebih mudah jika mengikuti alur suaka,” ungkap Kompol Ruth Yeni, Kanit II Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.
TW dan WA bahkan sempat diarahkan mengikuti seleksi kerja di sebuah tempat bernama Resto Susi Circle melalui perantara bernama K, namun gagal. Hanya korban PCY yang saat ini sudah diterima bekerja di sana.
Jerat Hukum dan Potensi Deportasi
Atas perbuatannya, TGS dijerat dengan pasal berlapis dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ia terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
“Pasal yang kami kenakan adalah Pasal 81 jo Pasal 69 atau Pasal 83 jo Pasal 68 jo Pasal 5 huruf (b), (c), dan (d). Ini tindakan serius, apalagi menyangkut reputasi Indonesia di mata internasional,” ujar Jules.
Mengenai nasib para korban di Jerman, Kompol Ruth Yeni menambahkan bahwa keputusan deportasi bukan berada di tangan kepolisian, namun menjadi kewenangan otoritas Jerman. Meski demikian, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk Kementerian Luar Negeri dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Polda Jatim mengimbau masyarakat untuk tidak mudah tergiur tawaran kerja ke luar negeri yang menjanjikan proses mudah tanpa prosedur resmi. Perekrutan ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan keselamatan dan masa depan pekerja migran.
“Jangan percaya pada calo atau oknum yang menawarkan jalan pintas. Segala proses bekerja di luar negeri harus melalui mekanisme yang sah agar terlindungi hukum, asuransi, dan hak-haknya,” tegas Jules Abraham.
Kasus ini menjadi peringatan penting tentang kompleksitas perdagangan orang yang kini merambah ke modus permohonan suaka internasional. Kepolisian berkomitmen untuk terus memburu jaringan serupa yang merugikan negara dan masyarakat. (***)
0 Komentar