Musi Online https://musionline.co.id 11 May 2025 @18:48 65 x dibaca 
Solusi Pembayaran Pesangon PHK Karyawan, Dana Pensiun Sebagai Strategi Amanat Regulasi yang Masih Dikesampingkan Banyak Perusahaan.
Musionline.co.id - Dana pensiun kini kembali menjadi sorotan setelah data terbaru Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan lonjakan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Per 23 April 2025, jumlah korban PHK mencapai 24.036 orang.
Angka ini meningkat signifikan dibandingkan dengan data awal tahun, di mana pada Januari 2025 tercatat hanya 3.325 kasus PHK.
Februari melonjak drastis menjadi 18.610 orang, atau meningkat hampir enam kali lipat hanya dalam waktu satu bulan.
Di tengah situasi ketenagakerjaan yang makin tak pasti, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur tentang penggunaan dana pensiun sebagai komponen nilai pesangon pekerja terdampak PHK, justru belum sepenuhnya diimplementasikan oleh banyak perusahaan.
Ketentuan tersebut seharusnya bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menjamin hak-hak pekerja tetap terpenuhi meskipun perusahaan sedang mengalami tekanan finansial.
Namun, masih banyak perusahaan yang belum memanfaatkan opsi ini secara optimal.
Syarif Yunus: Dana Pensiun Adalah Jaring Pengaman yang Sering Diabaikan
Menurut Syarif Yunus, Asesor Kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Profesi Dana Pensiun (LSP-DP), dana pensiun seharusnya dijadikan bagian penting dari perencanaan keuangan perusahaan, khususnya untuk mendanai kewajiban pasca-kerja seperti pesangon PHK.
“Dana pensiun adalah instrumen jangka panjang yang aman. Kalau perusahaan tidak menyiapkan dana pesangon dan tiba-tiba harus melakukan PHK besar-besaran, dari mana mereka bisa bayar hak pekerja?” ujar Syarif, dikutip dari wawancaranya bersama Bisnis, Sabtu (10/5/2025).
Syarif menegaskan, walaupun regulasi sudah mengatur secara tegas, tidak semua perusahaan otomatis bisa membayar pesangon. Banyak kasus di mana perusahaan menghindar dari kewajiban ini karena tidak memiliki dana cadangan.
“Belum tentu [pesangon] dibayar walau sudah ada aturan. Kalau perusahaan tidak punya uang, bisa saja tidak dibayar atau dibayar sebagian. Padahal kalau dari awal sudah dialokasikan lewat dana pensiun, masalah ini tidak akan terjadi,” tegasnya.
Manfaat Dana Pensiun: Tak Hanya untuk Hari Tua
Banyak masyarakat masih mengira bahwa dana pensiun hanya bisa dicairkan saat pekerja memasuki masa pensiun.
Padahal, menurut ketentuan PP Nomor 35 Tahun 2021 dan regulasi dana pensiun lainnya, manfaat pensiun juga bisa dicairkan apabila pekerja mengalami PHK atau meninggal dunia.
“Jika alokasi pesangon sudah dialihkan ke dana pensiun sejak awal, ketika terjadi PHK, perusahaan tinggal mengklaim dan membayarkannya.
Hak pekerja tetap aman, dan perusahaan tidak perlu pontang-panting mencari dana dadakan,” kata Syarif.
Namun, pertanyaannya adalah: seberapa banyak perusahaan yang benar-benar sudah menjadi peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)? Di sinilah tantangan terbesar yang menurut Syarif harus segera dijawab baik oleh pemerintah, regulator, maupun dunia usaha.
DPLK: Solusi Nyata atau Masih Sekadar Regulasi di Atas Kertas?
DPLK adalah skema dana pensiun yang fleksibel dan bisa diikuti oleh perusahaan maupun individu.
Dalam skema ini, perusahaan bisa menyetorkan iuran secara rutin ke dana pensiun atas nama pekerja.
Ketika terjadi PHK atau masa pensiun tiba, manfaat tersebut bisa dicairkan.
Sayangnya, implementasi DPLK sebagai penyedia dana pesangon masih belum merata di Indonesia.
Padahal, dengan semakin meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan ancaman PHK massal, kebutuhan akan jaminan finansial makin krusial.
“Dana pensiun akan semakin efektif bila kepesertaan diperluas. Kalau banyak perusahaan ikut, maka arus kas dan investasi dari dana pensiun akan kuat dan berkelanjutan,” jelas Syarif.
Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara iuran yang masuk dengan manfaat yang dibayarkan.
Idealnya, iuran dana pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan harus lebih besar dari manfaat yang dikeluarkan agar aset tetap bertumbuh.
Pentingnya Edukasi dan Insentif untuk Perusahaan
Syarif menyarankan agar pemerintah dan otoritas keuangan memberikan insentif kepada perusahaan yang menggunakan dana pensiun sebagai komponen pesangon.
Hal ini bisa mendorong adopsi lebih luas terhadap regulasi yang sudah ada.
“Edukasi kepada perusahaan penting, tapi juga harus dibarengi insentif fiskal atau perpajakan. Kalau perlu, perusahaan yang tidak menyediakan dana pensiun sebagai cadangan pesangon dikenakan penalti tertentu,” tuturnya.
Selain itu, Syarif juga mendorong agar pekerja lebih kritis terhadap hak-haknya.
“Pekerja juga harus bertanya kepada HR atau manajemen: apakah perusahaan punya program dana pensiun? Kalau tidak, berarti ada potensi risiko ketika terjadi PHK.”
Lonjakan PHK Harus Jadi Alarm Bagi Semua Pihak
Fenomena melonjaknya jumlah PHK di awal tahun 2025 seharusnya menjadi alarm keras bagi semua pemangku kepentingan.
Baik pekerja, perusahaan, maupun pemerintah harus bersinergi menyiapkan mekanisme jaring pengaman sosial yang konkret.
Menurut data Kemnaker, kenaikan drastis kasus PHK sebagian besar terjadi di sektor padat karya, terutama industri manufaktur dan tekstil. Efisiensi dan relokasi pabrik menjadi penyebab utama.
Dalam kondisi seperti ini, dana pensiun bukan hanya sekadar tabungan hari tua, melainkan instrumen perlindungan sosial yang langsung terasa dampaknya ketika krisis terjadi.
Saatnya Dana Pensiun Menjadi Standar Baru Perlindungan Pekerja
Ke depan, perlu ada perubahan paradigma bahwa dana pensiun bukan hanya kewajiban moral atau sekadar pelengkap dari tunjangan pekerja.
Melainkan, harus menjadi mandatory requirement sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pekerjanya.
Syarif Yunus menyimpulkan, “Kalau dana pensiun dijadikan dasar pembayaran pesangon, pekerja tenang, perusahaan pun tidak kebingungan. Tinggal bayar saja. Ini win-win solution. Tapi sekarang, mayoritas perusahaan masih anggap dana pensiun sebagai beban, bukan investasi perlindungan.”
Regulasi sudah ada. Data PHK sudah nyata. Sekarang, tinggal komitmen dari semua pihak untuk benar-benar menerapkan perlindungan pekerja yang layak melalui instrumen dana pensiun. (***)
0 Komentar