Musi Online | Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 Ancam PT REKI: Celah Baru Pemain Ilegal Drilling di Kawasan Hutan Harapan
Korpri
Home        Berita        Seputar Musi

Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 Ancam PT REKI: Celah Baru Pemain Ilegal Drilling di Kawasan Hutan Harapan

Musi Online
https://musionline.co.id 03 July 2025 @18:03
Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 Ancam PT REKI: Celah Baru Pemain Ilegal Drilling di Kawasan Hutan Harapan
Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 Ancam PT REKI: Celah Baru Pemain Ilegal Drilling di Kawasan Hutan Harapan.

Musionline.co.id, Jakarta - Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 Ancam PT REKI: Celah Baru Pemain Ilegal Drilling di Kawasan Hutan Harapan.
Terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Sumur Tua dan Sumur Rakyat melalui kerja sama dengan BUMD, koperasi, hingga UMKM memicu kekhawatiran banyak pihak. 
Aturan ini dinilai membuka peluang baru bagi cukong dan pelaku illegal drilling untuk masuk melalui jalur legalisasi, termasuk di kawasan konservasi Hutan Harapan yang dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI).
Sebagai informasi, PT REKI adalah pemegang izin restorasi ekosistem pertama di Indonesia yang mengelola kawasan Hutan Harapan seluas kurang lebih 98.000 hektare, membentang di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. 
Kawasan ini bukan hanya kaya akan sumber daya alam seperti kayu, batubara, dan minyak bumi, tetapi juga menjadi habitat penting bagi berbagai satwa langka, seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, dan burung rangkong, serta tempat hidup komunitas adat Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan.
Namun, potensi kekayaan alam ini justru menjadi incaran banyak pihak yang ingin mengeksploitasi sumur tua peninggalan Belanda maupun titik minyak baru. 
Arlan, Koordinator Advokasi Sumsel Bersih, dalam rilis yang diterima Palpos.disway.id, Kamis (03/07/2025), mengungkapkan regulasi baru ini meski berupaya meningkatkan produksi migas nasional, juga memberi celah bagi pelaku illegal drilling.
“Regulasi ini berpotensi menjadi jalan pintas bagi cukong untuk mencuci rekam jejak mereka, masuk melalui skema legalisasi kerja sama, lalu secara diam-diam merambah kawasan konservasi,” ujar Arlan.
Arlan juga mengungkapkan informasi dari masyarakat sekitar yang menyebut adanya pergerakan aktif cukong. 
Mereka bahkan menawarkan imbal jasa 15–25% kepada warga yang bersedia menunjukkan lokasi sumur tua atau titik minyak potensial di wilayah kerja PT REKI. 
Fakta ini diperkuat dengan masih beroperasinya beberapa sumur tua peninggalan Belanda di kawasan Manggul, Sumatera Selatan.
“Dulu aktivitas pengeboran ilegal ini sempat berhasil ditekan melalui operasi gabungan Dishut, tetapi sekarang dengan regulasi baru ini, modus mereka bisa lebih halus, bahkan dibungkus legalitas,” jelas Arlan.
Ancaman Serius terhadap Hutan Harapan dan Suku Anak Dalam
Jika tidak diantisipasi, potensi eksploitasi migas ini dikhawatirkan akan merusak fungsi restorasi ekosistem Hutan Harapan. 
Padahal kawasan ini bukan hanya penting sebagai penyangga lingkungan, tetapi juga sebagai rumah bagi ribuan anggota komunitas Suku Anak Dalam Batin Sembilan, serta menjadi salah satu harapan terakhir bagi kelangsungan hidup Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, hingga burung rangkong yang statusnya semakin kritis.
Tanpa pengawasan ketat dan aturan turunan yang mengatur secara detail soal perlindungan kawasan konservasi dari aktivitas migas, fungsi restorasi PT REKI terancam tergeser oleh kepentingan ekonomi jangka pendek.
Rekomendasi Strategis untuk PT REKI dan Pemerintah
Perkumpulan Sumsel Bersih pun memberikan sejumlah rekomendasi langkah strategis agar PT REKI tidak dirugikan oleh Permen ESDM No.14 Tahun 2025:
Advokasi kebijakan lanjutan dengan mendesak pemerintah mempertegas batas wilayah konservasi, agar tidak bisa diklaim sebagai wilayah kerja migas.
Pemetaan rinci & publikasi zona sensitif di wilayah kerja PT REKI, menegaskan area mana saja yang merupakan larangan eksploitasi.
Koordinasi lintas sektor, menggandeng Kementerian terkait, Pemprov, Pemkab, hingga aparat penegak hukum untuk pengawasan terpadu.
Pelibatan masyarakat & multi-stakeholder, termasuk NGO, akademisi, dan jurnalis untuk memperkuat monitoring lapangan.
Pengetatan patroli & pos jaga, dengan meningkatkan jumlah tim perlindungan hutan (linhut) serta pos pada titik rawan illegal drilling.
“Tanpa langkah antisipasi cepat, kita bukan hanya kehilangan fungsi ekologis Hutan Harapan, tetapi juga akan mengorbankan komunitas adat dan mempercepat kepunahan satwa dilindungi,” tutup Arlan. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Maroko
Top