Musionline.co.id - Ketika keluar rumah, terkadang kita menyaksikan kebanyakan manusia memandang dunia sebagai tujuan hidupnya. Belum lagi yang kita saksikan di perkotaan, baik di pinggiran jalan, di kendaraan mobil, motor, bus-bus dan kendaraan lainnya. Kita menyaksikan kebanyakan diantara mereka terlintas dibenaknya "Bagaimana hidup enak di dunia ini" tidak lebih dari itu.
Jarang sekali terlintas bahwa kita hidup di dunia ini hanyalah sementara dan Allah menjadikan dunia ini sebagai ladang untuk beramal.
Sekarang kita melihat manusia banyak diantara mereka bermegah-megahan dan hanya mengejar keinginan demi keinginan untuk meninggikan statusnya, sehingga lupa akan akhiratnya dan tak sempat untuk beramal.
Sebagaimana firman Allah :
أَلْهَاكÙم٠التَّكَاثÙر {1} Øَتَّى زÙرْتÙم٠الْمَقَابÙرَ {2}
Artinya : Bermegah-megahan telah melalaikanmu {1} Sampai kamu masuk kedalam kubur {2} (Surat At-Takassur ayat 1-2)
Terkadang panggilan Allah yaitu azan selalu dikumandangkan, tapi mereka sibuk akan dunianya dan kerjaannya. Tanpa memperdulikan seruan azan, padahal Allah sudah menjelaskan bahwa didunia ini hanyalah :
اعلموا انما الØياة الدنيا لعب Ùˆ لهو Ùˆ زينة
Artinya : Ketahuilah sesungguhnya dunia ini hanyalah permainan dan yang melalaikan ( Surat Al-Hadid ayat 20 )
Rasulullah pun memandang dunia ini hanyalah :
ماالدنيا ÙÙ‰ الأخرة الا مثل ما يجعل اØدكم اصبعه ÙÙ‰ اليم , Ùلينظر بم يرجع؟
Artinya : Dunia dibandingkan di akhirat, hanyalah seperti seseorang yang mencelupkan jarinya ke dalam lautan, kemudian diangkat jarinya. lalu lihatlah yang menempel pada jari tersebut ? (HR Muslim)
Sebenarnya tidaklah mengapa kita meraih kesenangan di dunia, yang dikhawatirkan adalah ketika sibuk dengan dunia sehingga lupa akan akhiratnya dan ibadahnya selama didunia. Di dunia adalah kesempatan kita untuk ibadah dan meraih akhirat. Dunia adalah tempat ibadah, shalat, puasa, zakat, sedekah, umrah, haji dan ibadah lainnya. Karena manusia, Allah ciptakan untuk tujuan agar ibadah kepada Allah.
Terkadang ada juga manusia yang mengabaikannya dan bahkan meninggalkannya. Nampaknya, hanyalah maut saja yang bisa menyadarkannya akan kelalaiannya tersebut.
Sebagaimana Allah Berfirman :
ÙˆÙŽØ£ÙŽÙ†ÙÙÙ‚Ùوا Ù…ÙÙ† مَّارَزَقْنَاكÙÙ… Ù…Ùّن قَبْل٠أَن يَأْتÙÙŠÙŽ Ø£ÙŽØَدَكÙم٠الْمَوْت٠ÙÙŽÙŠÙŽÙ‚Ùولَ رَبÙÙ‘ لَوْلآ أَخَّرْتَنÙÙŠ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ أَجَل٠قَرÙيب٠Ùَأَصَّدَّقَ ÙˆÙŽØ£ÙŽÙƒÙÙ† Ù…Ùّنَ الصَّالÙØÙينَ {10} ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ† ÙŠÙؤَخÙّرَ الله٠نَÙْسًا Ø¥Ùذَا جَآءَ أَجَلÙهَا وَالله٠خَبÙيرٌ بÙمَا تَعْمَلÙونَ{11
Artinya : Dan berinfaklah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu, sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu lalu ia berkata dengan menyesali : Wahai tuhanku, mengapa engkau tidak memberikan aku sedikit waktu lagi, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan memberikan kesempatan kepada seseorang apabila datang waktu ajalnya, Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan ( Surat Al-Munafiqun ayat 10-11 )
Akhirnya ia pun menyesal, terlena dengan dunia dan tidak sempat lagi beramal. Sungguh sangat sedikit, orang yang memiliki pandangan "Dunia adalah ladang untuk beramal" sebagai persiapan menuju negeri yang kekal yaitu akhirat.
Padahal inilah pandangan yang benar terhadap dunia yang seharusnya dimiliki setiap insan. Oleh karena itu, dia jadikan hartanya atau fasilitas yang ada sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah.
Seharusnya, perlu kita renungkan. Bahwa dunia ini adalah jembatan menuju akhirat, di dunia dia bisa memperbanyak bekal, yaitu takwa. Dunia adalah tempat ibadah, tempat shalat, tempat berpuasa, tempat zakat dan ibadah lainnya berlomba-lomba dalam meraih dalam kebaikan dan ridho-Nya yaitu surga-Nya Allah.
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
ÙƒÙنْ ÙÙÙŠ الدÙّنْيَا كَأَنَّكَ غَرÙيبٌ أَوْ عَابÙر٠سَبÙيلÙ
Artinya : Jadilah kamu di dunia seakan-akan seperti orang asing atau orang yang melakukan perjalanan (HR Bukhari)
Maksudnya janganlah kita cenderung terhadap dunia, janganlah kita jadikan dunia hanyalah tujuan hidup, dan janganlah kita terlintas dibenak kita bahwa hidup di dunia akan kekal bersama harta kita.
Cukuplah kiranya Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam menjadi contoh terdepan kita, dalam memandang dunia ini.
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu berkata :
نَامَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّهم عَلَيْه٠وَسَلَّمَ عَلَى ØَصÙير٠Ùَقَامَ وَقَدْ أَثَّرَ ÙÙÙŠ جَنْبÙÙ‡Ù ÙÙŽÙ‚Ùلْنَا يَا رَسÙولَ اللَّه٠لَو٠اتَّخَذْنَا Ù„ÙŽÙƒÙŽ ÙˆÙطَاءً Ùَقَالَ مَا Ù„ÙÙŠ وَمَا Ù„ÙلدÙّنْيَا مَا أَنَا ÙÙÙŠ الدÙّنْيَا Ø¥Ùلَّا كَرَاكÙب٠اسْتَظَلَّ تَØْتَ شَجَرَة٠ثÙÙ…ÙŽÙ‘ رَاØÙŽ وَتَرَكَهَا
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidur diatas tikar. Ketika bangun, tikar tersebut memberi bekas pada badan bagian samping beliau. Lalu kami pun berkata : Wahai Rasulullah, bolehkah kami memberikan kasur yang empuk dan nyaman untukmu ? Rasulullah pun menolaknya dengan menjawab, apa kepentinganku terhadap dunia ini ! Aku di dunia ini hanyalah, seperti orang yang menaiki kendaraan sedang berteduh sebentar dibawah pohon, kemudian akan pergi meninggalkannya ( HR Tirmidzi)
Wallahu A'lam Bissowab
Penulis : Hafiz Adriansyah, Lc.