Musi Online | Hamparan Bukit Itu Telah Menguning Penuh Keceriaan
Home        Berita        Ruang Seni Budaya

Hamparan Bukit Itu Telah Menguning Penuh Keceriaan

Musi Online
https://musionline.co.id 23 July 2022 @14:51 688 x dibaca
Hamparan Bukit Itu Telah Menguning Penuh Keceriaan
Areal persawahan siap panen di Desa Muara Tenang, Semende Darat Tengah. (foto : Munaw)

"Hamparan luas areal perbukitan barisan telah "menguning" pertanda padi di sawah telah siap untuk dipanen"

Musionline.co.id - Saat ini, areal persawahan di dataran tinggi tanah tunggu tubang Semende, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) telah siap dipanen. Itu ditandai dengan bulir-bulir padi yang telah berwarna kuning keemasan.

Alangkah indahnya pemandangan ini, dari semula hijau berganti sepanjang mata memandang semua telah menguning bagaikan hamparan emas. Wajah-wajah ceria penuh kegembiraan pun dijumpai dari raut muka masyarakatnya.

Keceriaan dan kegembiraan itu bertambah lengkap, ketika pemilik sawah dan masyarakat bergotong-royong, saling keruani meniti pematang sawah dan bersiap untuk memanen.

Di daratan Semende, saat padi dipanen biasa disebut dengan ngetam. Motto mereka "cupat seghendi ning jeghenih", kata lainnya mufakat, serasan yang dilandasi kebersihan hati dan keikhlasan. Motto inilah yang membuat masyarakat Semende (jeme Semende) hidup rukun, damai dengan rasa kekeluargaan yang kuat.

Hal ini, tergambar dari tradisi ngetam saat tiba musim panen padi. Tak kala padi menguning, pertanda padi mulai masak disertai perasaan semahgai (bahagia) masyarakatnya.

Kebiasaan turun temurun dari jeme Semende, beras pertama hasil ngetam akan dimasak tuan sawah dan mengundang beberapa orang untuk berdoa dan makan bersama, tak lupa disajikan lengkap beserta lauk pauknya. Pun disajikan telur itik rebus, berharap beras yang dihasilkan dari sawah akan berasa enak dan pulen. Kebiasaan ini dikenal dengan nanakkah padi empai.

Uniknya dari daerah-daerah lain di Sumsel, areal sawah jeme Semende adalah warisan turun-temurun atau dari generasi ke generasi selanjutnya, milik bersama yang dikelola oleh tunggu tubang. Jadi, siapapun garis keturunan yang ingin ngetam atau menumpang ngetam, secara tradisi tidak boleh ditolak oleh pengelola (tunggu tubang).

Ada lagi yang unik lho, jika ada warga sekitar atau jeme semende yang datang membawa satu buah kelapa, 1kg gula atau 1kg garam, tentunya tuan sawah tadi telah mengerti apa yang dimaksud. Bisa disebut "kode" jika yang datang itu ingin menolong tuan sawah untuk memanen padi.

Biasanya, setelah orang tersebut menolong panen tadi, tuan sawah akan memberikan satu kaleng beras (15kg-17kg) hasil panen agar dapat merasakan hasil sawah bagi keluarganya.

Sebagai rasa syukur dan sudah menjadi kewajiban bagi tunggu tubang pemilik sawah untuk mengeluarkan zakat sawahnya. 10 persen dari hasil panen padi, jika telah mencapai nisabnya akan diberikan kepada yang berhak menerima (Quran : At Taubah ayat 60).

Diketahui, sebagai dataran tinggi dan areal perbukitan, sistem perairan sawah di Semende adalah tadah hujan dan dialiri siring. Bibit padi yang digunakan bibit lokal, panen dilakukan dalam kurun waktu satu tahun sekali, dan biasanya pada bulan Juli setiap tahunnya.

Biasanya bibit yang digunakan jenis jambat teghas, selebur, padi putih tinggi, padi kuring dan padi ghenik. Dalam satu hektar sawah menghasilkan sekitar dua ton beras.

Ingin menyaksikan keindahan alam perbukitan yang sejuk dan keramahan jeme semende, bulan Juli adalah waktu yang tepat menikmati hamparan luas perbukitan yang menguning laksana untaian kilauan emas. Apalagi bergembira bersama jeme semende memanen padi bersama. (***/Munawadi)



 



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Sumsel Maju
Maroko
Top