Musi Online | JPU Sebut Mantan Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati Dalam Dakwaan Dugaan Korupsi Proyek PUPR Banyuasin
Hut sumsel
Home        Berita        Hukum Kriminal

JPU Sebut Mantan Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati Dalam Dakwaan Dugaan Korupsi Proyek PUPR Banyuasin

Musi Online
https://musionline.co.id 27 May 2025 @18:18
JPU Sebut Mantan Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati Dalam Dakwaan Dugaan Korupsi Proyek PUPR Banyuasin
JPU Sebut Mantan Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati Dalam Dakwaan Dugaan Korupsi Proyek PUPR Banyuasin.

Musionline.co.id, Palembang - Nama mantan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), RA Anita Noeringhati, mencuat dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek aspirasi masyarakat atau pokok pikiran (pokir) yang didanai APBD Kabupaten Banyuasin melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). 
Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Selasa, 27 Mei 2025.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) mendakwa tiga terdakwa utama, yakni Arie Martha Redo, Apriansyah (Kepala Dinas PUPR Banyuasin), dan Wisnu Andrio Fatra (rekanan dari CV HK).
Ketiganya diduga terlibat dalam praktik pemufakatan jahat untuk memperoleh keuntungan dari pelaksanaan proyek pokir.
Dalam pembacaan dakwaan yang dipimpin oleh hakim ketua Fauzi Israel SH MH, JPU mengungkap bahwa keterlibatan nama mantan Ketua DPRD Sumsel, RA Anita Noeringhati, bermula dari kunjungan kerja tahun 2023 ke Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin.
Dalam kunjungan tersebut, terdakwa Arie Martha Redo menerima empat proposal kegiatan aspirasi masyarakat dari Ketua RT 01 dan Lurah Keramat Raya. 
Proposal itu kemudian diserahkan kepada RA Anita Noeringhati, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Provinsi Sumsel.
JPU menyatakan, “Selanjutnya, terdakwa mendapat perintah dari Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati agar proposal tersebut diteruskan kepada terdakwa Apriansyah, selaku Kepala Dinas PUPR Banyuasin.”
Setelah itu, Apriansyah menghubungi Arie Martha Redo dan keduanya mengatur pertemuan di pinggir jalan dekat Gedung DPRD Sumsel untuk membicarakan kelanjutan usulan proyek tersebut. 
Dalam pertemuan tersebut, tiga proposal yang mencakup empat kegiatan diserahkan agar dibuatkan usulan ke Pemprov Sumsel.
Proyek Pokir Diduga Dijadikan Ajang Bagi-bagi Fee
Tidak berhenti sampai di situ, dalam dakwaan jaksa juga terungkap adanya praktik bagi-bagi komisi (fee) antara para pihak yang terlibat.
Setelah usulan disetujui, terdakwa Arie Martha Redo menemui terdakwa Wisnu Andrio Fatra, rekanan dari CV HK yang ditunjuk sebagai pelaksana proyek. 
Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa akan ada fee sebesar 20 persen dari nilai total proyek.
“Fee itu terdiri dari 10 persen untuk terdakwa Apriansyah sebagai Kadis PUPR Banyuasin, dengan rincian 7 persen untuk dirinya pribadi dan 3 persen untuk panitia lelang atau ULP Banyuasin. Sisanya 10 persen lagi untuk terdakwa Arie Martha Redo,” ungkap JPU.
Dalam rentang waktu 10 Mei hingga 8 Juni 2023, JPU mencatat dua kali transaksi ke rekening pribadi Arie Martha Redo.
Pertama sebesar Rp398,8 juta, lalu disusul transfer kedua sebesar Rp208 juta, sehingga total fee yang diterima Arie Martha Redo mencapai Rp606,8 juta.
Dakwaan Berat untuk Tiga Terdakwa
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat dengan pasal-pasal berat terkait tindak pidana korupsi, yakni:
Pasal 3 Jo Pasal 18
Atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
JPU menyatakan bahwa tindakan ketiganya telah merugikan negara dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap transparansi dan integritas penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam proyek pembangunan infrastruktur berbasis aspirasi rakyat.
Nama Besar Anita Noeringhati Jadi Sorotan
Disebutnya nama RA Anita Noeringhati, yang merupakan politisi senior Partai Golkar dan sempat menjabat sebagai Ketua DPRD Sumsel 2019–2024, sontak menjadi sorotan publik. 
Meski saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka, munculnya nama beliau dalam dokumen dakwaan memperkuat spekulasi keterlibatan elit politik dalam pusaran korupsi pokir yang selama ini kerap dikritik publik.
RA Anita Noeringhati dikenal luas dalam perpolitikan Sumsel dan nasional. 
Ia juga tercatat sebagai politisi perempuan pertama yang berhasil menduduki posisi Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan sepanjang sejarah.
Namun, keterkaitan namanya dalam kasus ini menjadi catatan serius bagi penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi, terutama terkait dengan program pokok pikiran DPRD (pokir) yang selama ini kerap disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Pola Sistemik dalam Proyek Pokir Mulai Terbongkar
Kasus ini membuka tabir bagaimana program pokir DPRD, yang seharusnya menjadi saluran aspirasi rakyat, justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi. 
Mulai dari proses pengajuan proposal, penunjukan rekanan, hingga pencairan dana dan pembagian fee, semua telah diatur secara sistemik dan melibatkan banyak pihak.
Dugaan keterlibatan pejabat legislatif, eksekutif, dan rekanan swasta ini menunjukkan bahwa praktik korupsi dalam proyek infrastruktur daerah masih menjadi masalah laten yang belum bisa diberantas sepenuhnya.
Sejumlah aktivis antikorupsi di Palembang menilai bahwa kasus ini harus diusut secara menyeluruh, termasuk menyelidiki lebih lanjut peran dari nama-nama yang disebut dalam dakwaan.
“Jika memang ada indikasi kuat keterlibatan tokoh politik tertentu, seperti RA Anita Noeringhati, maka penegak hukum jangan ragu untuk memanggil dan memeriksanya,” ujar salah satu pengamat hukum dan pemerintahan dari Universitas Sriwijaya.
Publik juga menuntut agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengawasi jalannya proses hukum ini dan tidak ragu mengambil alih penanganan jika diperlukan.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Banyuasin dan DPRD setempat kini berada dalam sorotan. 
Masyarakat meminta agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap semua proyek yang berasal dari dana aspirasi DPRD. 
Tak hanya evaluasi teknis, tetapi juga evaluasi etis dan akuntabilitas agar praktik serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.
Pemanfaatan program pokir yang seharusnya membawa manfaat langsung bagi masyarakat kecil, justru dijadikan ladang permainan uang oleh segelintir elit yang menyalahgunakan kewenangan.
Kasus dugaan korupsi proyek PUPR Banyuasin dengan terdakwa Arie Martha Redo Cs dan munculnya nama mantan Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati harus menjadi momentum penting untuk membenahi sistem pengelolaan proyek pokir.
Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan ketat dari publik serta aparat penegak hukum menjadi kunci agar dana aspirasi benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan sebagai komoditas politik atau lahan korupsi. (***)



Tinggalkan Komentar Anda


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *



0 Komentar

Maroko
Top