Musionline.co.id, Palembang – Terungkap aliran fee dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) membacakan dakwaan terhadap empat orang terdakwa Akhmad Najib Cs di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Senin (24/1/2022).
Keempat terdakwa dimaksud adalah Akhmad Najib (mantan Asisten Kesra Pemprov Sumsel yang juga Sekretaris Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya), Laonma PL Tobing (mantan Kepala BPKAD Sumsel), Agustinus Antoni (Kabid Anggaran BPKAD yang juga Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah Sumsel) dan Loka Sangganegara (Tim Leader Pengawas PT Indah Karya).
Dilansir koransn.com, JPU Kejati Sumsel M Naimullah SH MH didampingi Indra Bangsawan SH MM dan Roy Riadi SH MH saat membacakan dakwaan keempat terdakwa di persidangan mengatakan, dalam dugaan kasus tersebut terdakwa Akhmad Najib, Laonma PL Tobing, Agustinus Antoni dan Loka Sangganegara telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga adanya aliran dana yang memperkaya orang lain.
“Adapun penerima aliran dana tersebut yakni Eddy Hermanto sebesar Rp 684.419.750, Syarifudin MF Rp 1.039.274.840, Dwi Kridayani Rp 2.500.000.000, Yudi Arminto Rp 22.446.427.564, Alex Noerdin Rp 4.843.000.000 dan PT Brantas Abipraya (Persero) sebesar Rp 81.824.397.017 sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 116.914.286.358,” ungkapnya.
Masih dikatakan JPU, pada dugaan kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya tersebut terdakwa Akhmad Najib, Laonma PL Tobing, Agustinus Antoni dan Loka Sangganegara telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut secara melawan hukum.
“Dari itu, dalam perkara ini perbuatan terdakwa Akhmad Najib, Laonma PL Tobing, Agustinus Antoni dan Loka Sangganegara diancam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas JPU.
Sementara Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Sumsel Mohd Radyan SH MH usai persidangan mengatakan, aliran dana yang disebut JPU Kejati Sumsel dalam surat dakwaan diantaranya merupakan aliran fee dalam perkara tersebut.
“Pada dakwaan telah disebut aliran fee, diantaranya; Eddy Hermanto Rp 684.419.750, Syarifudin MF Rp 1.039.274.840, Dwi Kridayani Rp 2.500.000.000, Yudi Arminto Rp 22.446.427.564, Alex Noerdin Rp 4.843.000.000 dan PT Brantas Abipraya (Persero) sebesar Rp 81.824.397.017, hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 116.914.286.358. Tentunya aliran-aliran uang tersebut di persidangan nanti akan dibuktikan oleh JPU Kejati Sumsel,” singkatnya.
Penganggaran dan PencairanDana Hibah Masjid Sriwijaya Tanpa Proposal
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel M Naimullah SH MH didampingi Indra Bangsawan SH MM dan Roy Riadi SH MH mengatakan, dana hibah Masjid Sriwijaya tahun 2015 sebesar Rp50 miliar dan tahun 2017 sebesar Rp80 miliar dianggarkan dan dicairkan tanpa adanya proposal.
Hal tersebut diungkapkan JPU Kejati Sumsel saat membacakan dakwaan terdakwa Laonma PL Tobing (mantan Kepala BPKAD Sumsel) dan terdakwa Agustinus Antoni (Kabid Anggaran BPKAD yang juga Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah Sumsel) di Pengadilan Tipikor Palembang.
“Dalam perkara ini, terdakwa Laonma PL Tobing dan terdakwa Agustinus Antoni menganggarkan dana hibah Masjid Sriwijaya serta melakukan pencairan dana hibah ke Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya tanpa adanya proposal,” ungkapnya.
Dilanjutkan JPU, terdakwa Laonma PL Tobing yang kala itu Kepala BPKAD Sumsel menganggarkan dana hibah untuk pembanguan Masjid Sriwijaya bermula saat adanya pertemuan di Griya Agung.
“Dalam pertemuan itu dihadiri Alex Noerdin selaku Gubernur saat itu, Mukti Sulaiman selaku Sekda, Laonma PL Tobing serta pihak dari Yayasan Wakaf Masjid Sriiwijaya, yakni Marwah M Diah dan Mudai Madang. Dalam pertemuan itu Alex Noerdin mengarahkan Laonma PL Tobing untuk mengangarkan dana hibah Masjid Sriwijaya Rp100 miliar setiap tahunnya,” ungkapnya.
Dijelaskan, atas arahan Alex Noerdin tersebut kemudian Laonma PL Tobing menganggarkan dana hibah untuk pembangunan Masjid Sriwijaya dengan dibantu terdakwa Agustinus Antoni.
“Penganggaran dana hibah Masjid Sriwijaya ini dilakukan tanpa adanya proposal. Selain itu, pemberian dana hibah Masjid Sriwijaya dilakukan tanpa adanya rapat di TAPD. Bahkan kala itu Rencana Kerja Anggaran (RKA) dibawa langsung ke DPRD dan dibahas secara gelondongan,” terangnya.
Dari itu, kedua terdakwa telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut secara melawan hukum.
“Perbuatan terdakwa Laonma PL Tobing dan terdakwa Agustinus Antoni diancam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar JPU Kejati Sumsel. (***)